Belanda Terbebas dari Banjir Bandang di Eropa, Ini Hal yang Bisa Dipelajari Dunia
ERA.id - Akhir pekan ini, banjir bandang yang muncul tiba-tiba - sangat cepat, dan sangat brutal - menghancurkan banyak kawasan di Eropa. Banyak orang bertanya-tanya kenapa ini bisa terjadi, apalagi mengingat Eropa memiliki salah satu sistem peringatan dini terbaik di dunia.
Melansir CNN, (20/7/2021), setidaknya 195 orang meninggal dunia akibat banjir di Jerman dan Belgia.
Angka kematian cukup tinggi itu didapatkan bahkan ketika badan cuaca Copernicus Emergency Management Service telah menerbitkan 25 peringatan dini ke area hilir sungai Rhine dan Maas beberapa hari sebelum terjadinya banjir.
Belakangan diketahui bahwa peringatan dini sampai di masyarakat dalam jeda waktu cukup lama. Sehingga ketika banjir menerjang, warga pun belum mempersiapkan diri.
"Jelas ada kesalahan komunikasi, yang di beberapa kasus secara tragis menyebabkan hilangnya nyawa manusia," sebut Jeff Da Costa, ilmuwan hidrometeorologi daru Universitas Reading di Inggris, melansir CNN.
Hal yang sama juga terjadi di Belgia. Wali Kota Chaudfontaine, Belgia, mengaku mendapatkan sinyal 'oranye' yang menandai naiknya permukaan air. Namun, ia meyakini sinyal 'merah' - alias lebih gawat - harusnya sudah muncul beberapa hari sebelumnya.
Pelajaran dari Belanda
Sementara itu di Belanda, tidak jauh dari perbatasan Jerman dan Belgia yang telah terendam banjir, kondisinya berbeda 180 derajat. Belanda juga mengalami curah hujan ekstrim, namun, kota-kotanya tak terendam dan tidak ada satu pun warga yang meninggal dunia.
Profesor Jeroen Aerts, kepala Departemen Risiko Air dan Iklim dari Vrije Universiteit di Amsterdam, dilansir dari CNN, menyebut bahwa para pejabat pemerintah di Belanda sudah lebih siap dan lebih cepat berkomunikasi dengan warga.
"Kami bisa lebih baik dalam melihat arah datangnya ombak, dan ke mana ombak itu akan pergi," sebut Prof Aerts.
Memiliki sejarah panjang risiko bencana, Belanda kini berhasil menghadapi salah satu krisis berat Eropa. Dan dunia bisa belajar dari negara ini, terutama ketika perubahan iklim memicu makin seringnya bencana alam ekstrim seperti banjir bandang yang tengah terjadi.
Infrastruktur Manajemen Air
Belanda telah menghadapi ancaman air laut dan pelebaran sungai selama hampir seribu tahun. Tiga sungai besar Eropa - Rhine, Meuse, dan Scheldt - memiliki delta di Belanda. Dengan banyak wilayahnya berada di bawah permukaan laut, pemerintah Belanda pun mengategorikan 60% wilayah tersebut berisiko tinggi kebanjiran.
Namun, Belanda punya salah satu infrastruktur manajemen air terbaik di dunia, mencakup dinding-dinding raksasa dengan lengan bergerak seukuran dua kali lapangan bola, bukit pasir yang ditopang 12 juta meter kubik pasir per tahun, hingga tanggul-tanggul air.
Namun, kekuatan infrastruktur ini terutama terletak pada pengelolaannya. Infrastruktur di Belanda dikelola oleh badan pmerintahan yang fokus menangani air, yaitu Direktorat-Jenderal Pekerjaan Umum dan Manajemen Air. Badan ini mengawasi infrastruktur air buatan sepanjang 1.500 km di Belanda, seperti disebutkan CNN.
Direksi Pengawas Air Berusia 760 Tahun
Masalah perairan di Belanda dikelola oleh jaringan badan pengawasan lokal yang peran satu-satunya adalah untuk mengawasi segala hal tentang air, mulai dari soal banjir hingga masalah air buangan.
Prof Aerts menyebut 'direksi air' di tingkat lokal ini pertama kali didirikan di kota Leiden pada tahun 1255. Artinya, sejak 766 tahun yang lalu, Belanda telah menyadari pentingnya manajemen air yang mumpuni.
"Situasi seperti inilah yang kami hadapi," sebut Prof Aerts.
"Selain adanya pemerintahan nasional, provinsi, dan kota, Anda juga memiliki direksi air yang seutuhnya fokus pada urusan manajemen air."
Direksi urusan air itu memiliki kewenangan menerapkan pajak, sehingga kerja mereka tidak dipengaruhi oleh situasi politik dalam negeri Belanda.
Di sisi lain, urusan air juga dilibatkan dalam sektor pariwisata, industri, hingga sektor bangunan. Hal ini yang berbeda dengan di negara-negara lain, di mana kebijakan penanganan air menjadi isu sektoral. Prof Aerts menyebut direksi air sebagai 'lem' yang menyatukan banyak hal di Belanda.
Melansir CNN, direksi air memastikan berbagai hal, seperti rencana pembangunan pengendalian banjir, telah melibatkan seluruh pihak yang berkepentingan.
Dalam situs webnya, badan pengelola masalah air di Belanda tersebut memaparkan dengan jelas, demikian: "Hujan makin deras, permukaan air laut meningkat, dan sungai-sungai perlu mengalirkan lebih banyak air."
"(Oleh karena itu), perlindungan atas banjir adalah sesuatu yang, dan akan selalu, eksistensial."