Ombudsman Sebut Harga Batas Atas Tes Usap Antigen Harusnya Rp50-100 Ribu, Bisnis COVID-19 'Banjir Cuan?'
ERA.id - Ombudsman Jakarta Raya memperkirakan harga batas atas tes usap antigen seharusnya mencapai kisaran Rp50.000 hingga Rp100.000 atau lebih rendah dari harga batas atas yang ditetapkan saat ini mencapai Rp250.000 untuk di Jawa.
"Harga batas atas swab antigen seharusnya berkisar di angka Rp50-100 ribu rupiah saja," kata Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya Teguh P Nugroho di Jakarta dikutip dari Antara, Jumat (23/7/2021).
Menurut dia, berdasarkan informasi importir alat tes usap antigen, bahwa harga satuan alat dengan kualitas reagen dari China mencapai Rp7.500 jika pembelian dengan skema kedua pemerintah untuk pembelian minimal lima juta alat. Sedangkan untuk reagen dari Kanada berada pada kisaran 3,6 dolar AS atau sekitar Rp50.000 per satuan.
Teguh menambahkan jika mengambil contoh keuntungan yang diambil penyelenggara GeNose dengan memungut Rp30.000 untuk biaya personel, administrasi (surat bebas atau positif COVID-19), dan keuntungan mereka, harganya kisaran Rp50-100 ribu.
"Ombusdman Jakarta Raya menilai mustahil jika Kemenkes dan BPKP tidak memiliki informasi tersebut," ucapnya.
Ia meminta Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) harus segera mengubah harga batas atas tes usap antigen agar bisa dijangkau lebih banyak masyarakat.
Dengan begitu, lanjut dia, percepatan pelacakan bisa dilakukan karena mempermudah warga DKI melakukan secara mandiri dengan harga lebih murah.
"Benar bahwa harga Rp250 ribu merupakan batas atas dan fasilitas kesehatan bisa menetapkan tarif di bawah itu. Tetapi dengan batasan setinggi itu fasilitas kesehatan cenderung menetapkan harga yang mendekati batas tertinggi," katanya.
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan BPKP menetapkan tarif tertinggi tes usap antigen untuk masyarakat sebesar Rp275 ribu untuk luar Pulau Jawa dan Rp250 ribu untuk Pulau Jawa.
Besaran tarif batas atas itu tertuang dalam Surat Edaran Nomor HK.02.02/1/4611/2020 yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Abdul Kadir pada 18 Desember 2020.
Surat edaran tersebut juga mengimbau kepada seluruh fasilitas kesehatan baik rumah sakit, laboratorium, ataupun klinik untuk mengikuti batasan tertinggi tarif yang telah ditetapkan.