Nasib Pilu Rakyat Indonesia Takut Mati Karena COVID-19 dan Himpitan Ekonomi, Mahfud MD: Sama di Negara Lain Juga Kok..

ERA.id - Pandemi COVID-19 di Indonesia tak kunjung mereda meskipun sudah 1,5 tahun berlalu. Sejumlah kebijakan untuk menangani pandemi virus Corona pun terus dilakukan, salah satunya melakukan pembatasan kegiatan masyarakat.

Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut, pemerintah menyadari munculnya keresahan dan ketakutan warga di tengah kondisi pandemi COVID-19.

"Pemerintah menyadari dan mencatat adanya semacam ketakutan atau keresahan di tengah-tengah masyarakat berkenaan dengan COVID-19 yang trennya terus tidak menentu. Keresahan itu muncul dalam dua bentuk," ujar Mahfud dalam keterangan pers yang dikutip dari kanal YouTube Kemenko Polhukam RI pada Minggu (25/7/2021).

Keresahan dan ketakutan warga yang dimaksud Mahfud adalah, takut mati karena terpapar COVID-19 dan takut mati karena himpitan ekonomi.

Misalnya, kata Mahfud, di satu sisi orang takut berkegiatan karena ancaman COVID-19. Namun di sisi lain, jika tidak melakukan aktivitas di luar ruangan akan menggerus perekonomian rumah tangganya.

"Takut mati karena COVID-19 kemudian di seberangnya itu takut mati karena ekonomi. Kalau kita bersembunyi dari COVID-19, kita bisa mati secara ekonomi, kalau kita lakukan kegiatan ekonomi kita diserang COVID, itu dilema. Ada ketakutan seperti itu," kata Mahfud.

Akibatnya, menimbulkan resistensi di tengah warga terhadap sejumlah kebijakan pemerintah mengenai pembatasan kegiatan masyarakat. Meskipun, kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah dalam rangka pengendalian pandemi COVID-19.

Namun, kata Mahfud, resistensi dan penolakan terhadap pembatasan kegiatan masyarakat, tidak hanya terjadi di Indonesia. Berdasarkan studi di Kementerian Luar Negeri, negara-negera lainnya pun warganya resisten terhadap pembatasan kegiatan selama pandemi COVID-19.

"Kalau di negara-negara berkembang seperti kita, masyarakat resisten terhadap pembatasan kegiatan masyarakat, karena itu mengganggu jalannya perekonomian masyarakat, tidak bisa beraktivitas untuk bertahan atau mengembangkan kehidupan ekonomi," kata Mahfud.

Sedangkan resistensi warga terhadap pembatasan kegiatan di negara-negara maju, lebih cenderung karena merasa kehilangan kebebasan di masyarakat.

"Tapi sama, setiap negara menghadapi problem yang sama terhadap serangan COVID-19," katanya.

Oleh karena itu, pemerintah mencatat segala aspirasi dari warga mengenai kerasahan dan ketakutan yang terjadi. Mahfud menegaskan, tidak ada satupun aspirasi yang diabaikan.

Namun, pemerintah tetap harus berpedoman pada substansi Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yaitu menjaga keselamatan rakyat dalam setiap menetapkan kebijakan mengenai penanggulangan pandemi.

"Pemerintah mengetahui bahwa ada aspirasi masyarakat yang murni, karena memang saya takut covid, tapi gimana ekonomi saya' nah itu aspirasi murni. Sehingga aspirasi itu kita catat sebagai kondisi kesulitan memang real dialami," katanya.

"Pemerintah mendengar semua aspirasi itu dan menjadikan pertimbangan di dalam berbagai keputusan penting, tidak ada yang diabaikan," pungkas Mahfud.