Kebijakan 'PPKM Ala Luhut' Dikritik Bima Arya: PPKM Itu Tidak Boleh Sembarangan
ERA.id - Wali Kota Bogor, Bima Arya mempersoalkan penerapan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang diputuskan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan di wilayah Jawa dan Bali.
Pasalnya, penerapan kebijakan PPKM ini tidak diiringi dengan mempertimbangkan persoalan ekonomi yang berimbas kepada masyarakat secara luas.
Hal itu diungkapkan Bima berdasarkan hasil survei persepsi masyarakat Kota Bogor tentang Covid-19 yang dilakukan University IPB bekerjasama dengan Pemkot Bogor.
"Kita melihat masukan luar biasa dari tim Pak Dr Raden Dikky Indrawan (Ahli Ekonomi dan Bisnis dari University IPB) tentang ekonomi. Bahwa, PPKM itu tidak boleh sembarangan. Artinya tidak bisa langsung saja dilaksanakan baru dipikirkan tentang ekonomi berikutnya, tidak bisa," kata Bima di Paseban Sri Bima Balai Kota, Senin (16/08/2021)
"Mohon maaf, ini yang akan kita sampaikan langsung ke Pak Menko dan semuanya, ya mudah-mudahanan tidak akan terjadi lagi varian-varian baru," sambungnya.
Sebab, dijelaskan Bima, dalam menerapkan kebijakan PPKM, pemerintah juga harusnya memikirkan dan ambil simpatik masyarakat yang terdampak kebijakan ini. Seperti buruh harian, pekerja lepas dan pelaku jasa pariwisata yang juga terdampak akan penerapan kebijakan ini.
Sehingga, minimal bantuan yang diberikan sudah di-design dengan benar. Artinya, diberikan kepada seluruh masyarakat yang benar-benar terdampak perekonomiannya atas kebijakan PPKM ini.
"Jadi bantuan itu juga harus di-design, kalau mau ada PPKM kita sudah tahu siapa yang terdampak disini," ucapnya.
"Jangan sampai ada PPKM mereka tidak dapat bantuan, (malah) yang mendapatkan bantuan bukan yang terpapar secara ekonomi," ingat dia.
Dilanjutkan Bima, seperti sudah dilihat dari hasil survei yang dilakukan tim dari University IPB. Di mana, wilayah Bogor Tengah dan Timur itu sangat terpapar akan kebijakan PPKM ini. Kemudian, karyawan hotel, cafe, restoran dan mal juga terdampak kebijakan ini. Namun, sayangnya mereka tidak masuk ke dalam program PKH.
"Jadikan nggak nyambung. Kalau kemudian bansosnya sudah ada masuk di PKH atau DTKS, sedangkan kita melihat ada miskin-miskin baru karena PPKM," imbuhnya.
"Nah ini yang akan kita antisipasi, kita men-design. Untuk ke depan turun dulu lah, ngobrol dulu sama pemerintah daerah ketika design-design itu dilakukan," lanjutnya.
Dalam kesempatan ini, Bima juga mengucapkan terima kasih kepada tim University IPB yang sudah memberikan masukan melalui survei persepsi masyarakat Kota Bogor tentang Covid-19. Karena memang Kota Bogor ini rentan akan goncangan ekonominya.
"Saya berterimakasih masukannya dan ini jangka panjang ya, memang Kota Bogor ini rentan ketika ada goncangan ekonomi karena strukturnya begitu ya, harian berpengaruh juga pada bulanan dan mingguan," bebernya.
"Nah ini nanti saya akan perintahkan UMKM, Disnaker, Koperasi untuk kolaborasi dengan teman-teman IPB untuk memikirkan struktur yang lebih adaktif lah dengan goncangan ekonomi," ujar Bima.
Untuk diketahui, berdasarkan hasil survei persepsi masyarakat Kota Bogor tentang Covid-19 yang dilakukan University IPB bekerjasama dengan Pemkot Bogor, tim menyimpulkan bahwa pelaksanaan PPKM mempengaruhi ekonomi warga Kota Bogor dengan turunnya pendapatan sekitar 65 persen.
Tim pun menyimpulkan bahwa pemerintah perlu melakukan upaya jangka pendek dengan memberikan bantuan sosial sembako, program sosial berbasis kepedulian masyarakat dan stimulus konsumsi masyarakat.
Sedangkan, untuk jangka menengahnya pemerintah harus menjamin persebaran dan perluasan kesempatan kerja, relaksasi ekonomi dan jaminan sosial ketenagakerjaan.