Kontras Minta Pemerintah Ungkap Hasil TPF Munir
Melalui surat terbuka yang ditulisnya, istri Munir, Suciwati mengaku kecewa saat mengetahui Juru Bicara Presiden, Johan Budi, mengatakan Presiden Jokowi memerintahkan Jaksa Agung mencari keberadaan dokumen laporan TPF Munir.
"Ketidakjelasan keberadaan dokumen Munir adalah bentuk kelalaian serius pemerintah menjamin keamanan dokumen atau arsip penting," kata Suciwati saat membacakan surat terbukanya untuk pemerintah di Kantor Kontras, Jakarta, Kamis (26/4/2018).
Ada tiga poin tuntutan dalam surat terbuka tersebut. Pertama, ia meminta pemerintah menjelaskan secara terbuka kepada publik, di mana dokumen TPF kasus Munir saat ini berada.
Kedua, jika dokumen TPF kasus Munir sudah ditemukan, pihaknya meminta pemerintah segera mengungkap hasil temuan tersebut.
"Ketiga, sebagai bentuk akuntabilitas pemerintah, maka sebaiknya dokumen tersebut diserahkan kepada Mba Suci dan kuasa hukumnya secara langsung sebagai pihak keluarga," kata Koordinato Kontras, Yati Andriani.
Baca Juga : Kembalinya Aktivis yang Hilang
Suciwati menegaskan, Pasal 52, 53 dan 55 UU nomor 14 Tahun 2008 Komisi Informatika Publik menyebutkan, Badan Publik atau seseorang yang tidak menyediakan informasi publik, menghilangkan dokumen informasi publik dapat dikenakan hukuman pidana penjara maksimal dua tahun dan atau denda maksimal Rp10 juta.
"Apabila ada unsur-unsur kesengajaan menghilangkan, menyembunyikan dokumen TPF Munir oleh otoritas pemerintah maka menempuh langkah pelaporan pidana dan maladministrasi akan sangat mungkin kami lakukan," kata Suciwati.
Tidak hanya itu, Direktur Utama LBH Jakarta, Alghiffari Aqsa mengatakan, dokumen tersebut sudah diserahkan kepada Presiden kelima Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sejak (24/6).
Menurutnya, Keputusan Presiden (Keppres) nomor 111 Tahun 2004 tentang pembentukan TPF kasus Munir yang dibuat SBY merupakan peraturan yang mengikat seluruh Presiden, termasuk Joko Widodo.
"Keppres ini enggak pernah dicabut. Dan poin kesembilan mengatakan harus diumumkan kepada publik. Jika fakta-fakta itu tidak diungkap kepada publik, itu bisa jadi kejahatan yang sempurna dari struktur pemerintahan," kata dia.
Namun, Koordinator Kontras Yati Andriani mengatakan, langkah awal yang akan dilakukan pihaknya adalah menyerahkan surat terbuka Suciwati tersebut kepada Presiden Joko Widodo.
"Kami akan upayakan komunikasi ini. Kita melihat perkembangan dalam seminggu ini. Sangat baik kalau pihak Istana membuka diri," kata dia.
Namun, jika tidak ada langkah positif yang dilakukan pihak pemerintah terkait kasus ini, Yati kembali menegaskan, sangat mungkin pihaknya melakukan laporan pidana atas dugaan kelalaian tidak diketahui keberadaan dokumen TPF Munir kepada Jokowi.
"Jadi kalau ditanya deadline (akan mengambil langkah hukum), tunggu dalam seminggu ini. Kami berharap pihak Istana membuka diri untuk menerima surat ini secara langsung dan resmi dari Mbak Suci dan kami semua," jelasnya.
Sekilas tentang Munir
Pria bernama lengkap Munir Said Thalib ini dilahirkan di Malang pada 8 Desember 1965. Munir mengambil pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya dan bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Namanya kemudian melambung ketika dia berperan sebagai salah satu pejuang bagi orang-orang hilang yang diculik oleh Tim Mawar dari Kopassus. Beberapa kasus yang pernah ditangani Munir antara lain:
- Kasus hilangnya 24 aktivis dan mahasiswa di Jakarta (1997-1998)
- Pembunuhan besar-besaran terhadap masyarakat sipil di Tanjung Priok (1984 hingga 1998)
- Penembakan mahasiswa di Semanggi, Tragedi I dan II (1998-1999)
Karier lengkap Munir:
- Tahun 1996, mendirikan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras)
- Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau HAM Indonesia Imparsial
- Ketua Dewan Pengurus Kontras (2001)
- Koordinator Badan Pekerja Kontras (16 April 1998-2001)
- Wakil Ketua Dewan Pengurus YLBHI (1998)
- Wakil Ketua Bidang Operasional YLBHI (1997)
- Sekretaris Bidang Operasional YLBHI (1996)
- Direktur LBH Semarang (1996)
- Kepala Bidang Operasional LBH Surabaya (1993-1995)
- Koordinator Divisi Perburuhan dan Divisi Hak Sipil Politik LBH Surabaya (1992-1993)
- Ketua LBH Surabaya Pos Malang
- Relawan LBH Surabaya (1989)
Pada 2004, saat melakukan penerbangan menuju Belanda untuk melanjutkan kuliah di Universitas Ultrech, Munir dibunuh di dalam pesawat. Dari hasil autopsi yang dilakukan kepolisian Belanda pada 12 November 2004, dalam tubuh Munir ditemukan senyawa arsenik yang diduga dicampurkan ke dalam jus jeruk yang diminumnya.