Menuntut Kasus Penculikan Aktivis Segera Terbongkar
Jakarta, era.id - Berangkat dari data KontraS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan), selama periode 1997/1998 tercatat ada 23 orang hilang. Penculikan dilakukan di tempat dan waktu yang berbeda-beda. Beberapa sumber mengatakan, pelaku penculikan adalah Tim Mawar, sebuah tim kecil dari kesatuan Komando Pasukan Khusus Grup IV. Mereka ada di bawah komando Mayor Inf Bambang Kristiono, yang bertugas melakukan operasi penculikan para aktivis politik pro-demokrasi.
Belum jelas alasan penculikan itu dilakukan. Jika kita melihat data dan daftar para korban penculikan, latar belakangnya berbeda-beda. Tapi besar kemungkinan merekalah yang bergerak menghidupkan kembali demokrasi hingga namanya terendus aparat dan jadi target penculikan. Kala itu hilangnya aktivis membuat situasi semakin mencekam. Berbagai kalangan --termasuk dunia internasional-- menuntut segera dituntaskan persoalan ini.
Salah satu tekanan datang dari Menteri Kehakiman Dr Muladi. Dalam pernyatannya pada 28 April 1998 lalu, dia minta aparat keamanan segera menuntaskan masalah hilangnya sejumlah aktivis mahasiswa dan tokoh pro demokrasi. Dalang di balik penculikan para aktivis juga harus dibongkar. Selain itu ada juga suara dari mantan Mendagri Rudini, Gus Dur, dan Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Prof Dr Dawam Rahardjo.
Rudini mengatakan kalau aparat sudah mengetahui adanya aktivis yang diculik, diborgol, dan disiksa, maka harus ditindaklanjuti pengaduan tersebut. Rudini juga mendesak kepada polisi tidak boleh terlalu kaku jika sudah mengetahui hal itu. Dikutip dari Harian Suara Pembaruan terbitan 29 April 1998, Rudini mengatakan, "Kalau polisi sendiri juga tahu, jangan hanya menunggu saja. Segera lakukan sesuatu."
Di hari yang sama, Amerika Serikat juga menyuarakan keprihatinannya atas apa yang terjadi di Indonesia. "Kisah itu sangat menjengkelkan,” ucap juru bicara Departemen Luar Negeri AS James Foley.
Foley meminta pemerintah Indonesia untuk melakukan penyelidikan penuh terhadap permasalahan itu. Menurut Foley, orang-orang yang diculik itu kebanyakan dari aktivis oposisi pemerintah.
Jepang juga menyuarakan hal yang sama. Tapi Jepang lebih memperhatikan keadaaan ekonomi Indonesia di saat gejolak moneter kala itu. PM Jepang Ryutaru Hashimoto, prihatin dengan kondisi perekonomian di Indonesia meski telah ada kesepakatan baru dengan IMF. Menurut Hashimoto, Indonesia mengalami masa yang sulit karena kurangnya partisipasi masyarakat dalam pembuatan keputusan.
Infografis para aktivis yang hilang (Abid/era.id)
Belakangan, kita ketahui, muncul UU No 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM. Peristiwa ini pun diselidiki oleh Komnas HAM yang efektif bekerja mulai dari 1 Oktober 2005 hingga 30 Oktober 2006. Pada 22 Desember 2006, Komnas HAM berhasil meminta DPR agar mendesak pemerintah mengerahkan dan memobilisasi semua aparat penegak hukum untuk menuntaskan persoalan HAM tersebut.
Masih di hari yang sama, 20 tahun lalu, Munir mengonfirmasi kalau salah satu aktivis yang sempat dikabarkan sudah kembali, Herman Hendrawan, ternyata belum tiba di rumahnya. Padahal merujuk informasi dari rekannya yang juga jadi korban penculikan, Rahardjo dan Faisol, Herman sudah dilepaskan pelaku. Munir menjelaskan, aktivis yang belum ditemukan saat itu tinggal Petrus Bimo, Suyat, Yani Afri dan Soni. Ada kabar juga, Faisol Reza juga kembali menghilang.