Sekolah Luar Biasa yang Butuh Perhatian

Your browser doesn’t support HTML5 audio
Jakarta, era.id - Di era milenial, masih ada sekolah yang kurang perhatian. Satu di antaranya SLB Sana Dharma, sekolah untuk anak-anak berkebutuhan khusus.

Sekolah Luar Biasa di Jalan Taman Wijayakusuma III, Cilandak, Jakarta Selatan, itu sudah berdiri sejak 1989 dan kondisinya kini mulai memprihatinkan sehingga perlu perhatian lebih untuk menopang kegiatan belajar dan mengajar.

Saat ini, seluruh kegiatan di SLB itu ditopang anggaran pemerintah dan bantuan swasta untuk biaya pendidikan 53 siswa SD dan SMP. Di sekolah ini, para siswanya diberi pendidikan formal dan keterampilan seperti menjahit serta ekstrakulikuler lainnya.

Selain itu, suasana belajar SLB Sana Dharma juga dibuat menyenangkan agar seluruh siswa yang berkebutuhan khusus nyaman mengikuti pelajaran.

Kepala SLB Sana Dharma Srimatanti berharap uluran tangan untuk tambahan biaya operasioal sekolah.

"Kita ini sangat membutuhkan dana, mudah-mudahan para pengusaha dan pemerhati melihat di tempat seperti ini ada sekolah yang membutuhkan dana secara rutinitas," kata kepada era.id, Senin (30/4/2018).

Baca Juga : Mengajar Tanpa Didengar

Dia menyampaikan, anggaran tambahan ini untuk upah para guru yang masih berstatus non-PNS. Honor layak untuk para pengajar diharapkan dapat mendorong peningkatan kesejahteraan dan kompetensinya.

"Ini untuk meningkatkan kesejahteraan guru-guru yang non PNS sehingga mereka berhak dan mendapat honor yang sesuai," kata dia.

Salah satu guru yang mengajar, Siti Salama, mengaku senang mengabdi di SLB Sana Dharma. Dia mengaku jatuh cinta setelah lima tahun mengabdi di sekolah ini. 

"Kalau suruh memilih, saya enggak akan pindah. Sudah terlalu cinta saya," ujar Siti.

Baca Juga : Metode Jitu Bikin Anak Senang Belajar

Sebelum di sekolah ini, dia pernah menjadi guru Agama Islam di salah satu sekolah reguler di Karawang selama 5 tahun. Karena menikah, dia memutuskan berhenti mengajar di sana dan pindah ke Jakarta. 

"Kemudian, setelah lahiran, saya enggak ada kegiatan. Saya lihat di sini buka lowongan, ya saya coba. Awalnya sih pesimistis juga karena enggak punya basic," kata Lala.

Dia mengaku, mengajar di Sekolah Sana Dharma banyak tantangan. Terutama dari segi komunikasi. Sebab, murid-muridnya adalah orang yang tidak bisa mendengar. Komunikasi dilakukan menggunakan bantuan visual. Ditambah, membaca gerakan bibir. Namun dia bisa mengatasi masalah ini. 

"Saya juga belajar bahasa isyarat dan abjad jari. Dari awal sampai sekarang masih terus belajar. Belajar sambil mengajar," katanya.

Tag: riwayat pendidikan tri mumpuni era pendidikan difabel