Pemilu Serentak Demi Efisiensi Anggaran, Nyatanya Malah Membengkak dari Tahun ke Tahun
ERA.id - Jauh panggang dari api, perumpamaan ini pantas digambarkan dengan kondisi penyelenggaran pesta demokrasi baik Pemilu maupun Pilkada serentak di Indonesia. Sebabnya, jika merujuk putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 14/PUU-XI/2013 semangat keserentakan Pemilu adalah efisiensi tahapan dan anggaran.
Namun, pada kenyataannya keserentakan ini menimbulkan masalah sehingga anggaran menjadi membengkak dari tahun ke tahun. Untuk Pemilu 2024 misalnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengajukan anggaran sebesar Rp86 triliun, lebih besar dibandingkan saat Pemilu 2019 yaitu berjumlah Rp27.479 triliun.
"Jadi spirit dasar keserentakan itu kan dikembalikan ke putusan MK nomor 14 kan menyebut mempertimbangkan efisiensi tahapan dan anggaran Ternyata, keserentakan membuat bengkak (anggaran)," ujar Koordinator Nasional Seknas Jaringan Pendidikan Pemilu untuk Rakyat (JPPR), Alwan Ola Riantoby kepada wartawan, Jumat (17/9/2021)
Secara khusus, Alwan menyoroti soal beban kerja para penyelenggara Pemilu dengan ada keserentakan tersebut. Dia mencontohkan, pada Pemilu 2019 lalu, beban kerja yang besar menyebabkan banyak petugas Pemilu ad hoc meninggal dunia.
Oleh karenanya, anggaran KPU di Pemilu 2024 akan lebih jika dialokasikan untuk mendukung kesejahteraan para penyelanggara Pemilu di lapangan. Apalagi selama ini banyak anggota ad hoc yang hanya digaji Rp300.000-Rp500.000 jauh dari kata layak.
"Kalau yang dikatakan KPI untuk melakukan penguatan kelembagaan, saya kira belum terlalu urgent. Yang urgent itu anggaran besar juga harus memperhatikan kesejahteraan penyelenggara ad hoc di bawah, karena sesungguhnya kerja yang berat ada di situ," kata Alwan.
Namun, apabila dalam anggaran Pemilu 2024 yang mencapai Rp86 triliun itu ternyata sebagian besar untuk mengakomodasi kesejahteraan penyelenggara Pemilu di lapangan, maka wajar saja anggaran membengkak.
Hanya saja, kata Alwan, sekali lagi tak sejalan dengan putusan MK nomor 14 tentang efisiensi anggaran.
"Jadi satu sisi kita selalu mengatakan membutuhkan kepastian hukum, keterpenuhan regulasi. Tapi di dalam hal kepastian hukum dan regulasi justru membuat kita jadi tidak efektif, jadi bermasalah," ucapnya.
Terpisah, Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus mengungkapkan ada tiga alasan mengapa anggaran Pemilu 2024 membengkak hingga empat kali lipat dari 2019, yaitu untuk honor petugas Pemilu, infrastruktur kontor, dan operasional kendaraan.
Menurut Guspardi, KPU mengusulkan Rp3,2 triliun untuk keperluan kantor dan infrastrukturnya. Hal ini disebabkan banyak kantor KPU di daerah yang statusnya masih menyewa atau dipinjamkan. Hanya saja tidak elok jika menjadikan momen 2024 untuk membenahi masalah tersebut.
"Masalah infrastruktur atau pengadaan kantor kan bisa difasilitasi Menteri Dalam Negeri sebagai pembina kepala daerah kabupaten/kota dan provinsi. Tidak lantas memanfaatkan momen akhirnya (anggaran Pemilu) jadi jumbo," kata Guspardi kepada wartawan, Jumat (17/9/2021).
Sedangkan untuk honor penyelenggara Pemilu, kata Guspardi memakan jatah hingga 70 persen dari keseluruhan anggaran yang diajukan. Selain itu juga biaya operasional mobil yang nilainya mencapai Rp2,87 triliun.
Menurutnya, seharusnya KPU bisa berhemat. Apalagi kondisi negara saat ini yang masih menghadapi pandemi Covid-19.
"Jadi penghematan-penghematan bisa dilakukan, yang jelas-jelas saja," kata Guspardi.
"Harusnya, perencanaan anggaran ini harus berbasis pandemi Covid dan ekonomi kita yang sedang tidak baik akibat pandemi. Harusnya begitu," imbuhnya.
Sebelumnya, saat rapat bersama Komisi II DPR RI, Mendagri Tito Karnavian menyampaikan keberatannya terkait anggaran Pemilu 2024 yang diajukan KPU. Menurutnya, anggaran sebesar Rp82 triliun terlalu besar dan diharapkan jumlah itu dipertimbangkan supaya lebih efisien.
Sedangkan negara masih memerlukan banyak anggaran untuk melakukan pemulihan ekonomi nasional dampak dari pandemi Covid-19.
Tito lantas membeberkan anggaran Pemilu sejak tahun 2014 hingga 2019 yang terus melonjak. Misalnya, di Pemilu 2014 anggaran yang dikucurkan sebanyak Rp16,186 triliun, kemudian Pemilu 2019 berjumlah Rp27,479 triliun.
Sedangkan, penyelenggara Pemilu mengajukan anggaran mencapai Rp86 triliun untuk Pemilu serentak tahun 2024. Menurutnya besarnya anggaran itu perlu kembali dipertimbangkan mengingat kondisi negara masih berupaya pulih dari dampak pandemi.
"Jujur saja kami perlu melakukan exercise dan betul-betul melihat detail satu persatu angka tersebut karena lompatannya terlalu tinggi dari Rp16 triliun ke Rp27 triliun, ke Rp86 triliun di saat kita sedang memerlukan biaya yang tidak sedikit untuk memulihkan ekonomi nasional," kata Tito, Kamis (16/9).
Adapun Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ilham Saputra menyebut, pihaknya akan merasionalisasi kembali anggaran untuk Pemilu 2024. Jumlah anggaran yang diusulkan KPU diprotes karena mencapai Rp86 triliun.
Ilham mengatakan, usulan anggaran itu termasuk untuk penguatan infrastruktur KPU. Apalagi, menurutnya, masih banyak kantor KPU di daerah yang menyewa dan pinjaman dari pemerintah daerah.
"Untuk anggaran kita mencoba merasionalisasi. Ya karena memang anggaran yang kami usulkan itu termasuk penguatan infrastuktur kamu, termasuk pembangunan gedung," ujar Ilham di Kompleks DPR RI, Jakarta, Kamis (16/9).