Pabrik Obat Ilegal Terbesar Ada di Bantul, Produksi 420 Juta Butir Sebulan
ERA.id - Bareskrim Polri mengungkap pabrik produksi obat keras ilegal terbesar sepanjang sejarah. Dalam sehari, pabrik di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta itu sanggup memproduksi 14 juta butir pil per hari ato 420 juta butir per bulan.
"Kami berhasil mengungkap kasus peredaran gelap obat-obat keras dan psikotopika dan disita barang bukti lebih dari 5 juta butir pil golongan obat keras," kata Direktur Tindak Pidana Bareskrim Polri Brigjen Pol Krisno Siregar, saat jumpa pers di Bantul, Senin (27/9/2021).
Obat-obat itu berjenis Hexymer, Trihex, DMP, Tramadol, double L, dan Aprazolam yang disita dari berbagai TKP di Cirebon, Indramayu, Majalengka, Bekasi dan Jaktim.
"Obat-Obat keras itu sudah dicabut izin edarnya oleh BPOM RI kemudian diedarkan ke berbagai daerah di Indonesia menggunakan jasa pengiriman barang," ujarnya.
Obat-obat itu dapat membuat penggunanya depresi, sulit berkonsentrasi, mudah marah, dan mengalami gangguan koordinasi seperti kesulitan berjalan atau berbicara, juga kejang-kejang dan cemas atau halusinasi.
Dari pengungkapan di berbagai daerah itu, polisi mendapat petunjuk bahwa obat-obat ilegal yang disita berasal dari Yogyakarta. Tim Ditipidnarkoba Bareskrim Polri berkerjasama dengan Polda DIY pada 21 September 2021 pukul 23.00 WIB mencokok tersangka WZ dan saksi A di TKP di gudang Kasihan, Bantul, DIY.
Di tempat produksi obat-obat keras itu ditemukan mesin-mesin produksi dan berbagai jenis bahan kimia juga obat-obatan yang sudah dikemas dan siap kirim.
WZ selaku penanggungjawab gudang dan saksi A menerangkan bahwa atasannya adalah LSK alias DA. Pada 22 September sekitar pukul 00.15 WIB, petugas menangkap DA di Kasihan, Kab. Bantul.
"Berdasarkan hasil interogasi DA masih ada 1 pabrik lainnya terletak di gudang di Bayuraden, Gamping, Sleman sehingga pada 22 September tim gabungan melakukan penggeledahan dan menemukan pabrik pembuatan dan penyimpanan obat keras," kata dia.
Pemilik pabrik kedua itu adalah kakak DA, JSR. Keduanya bersama WZ telah jadi tersangka. DA rupanya berperan sebagai penerima pesanan EY yang kini buron. EY mengirim obat ke beberapa kota di PDKI, Jatim, Jabar, hingga Kalsel.
"Berdasarkan keterangan para tersangka diketahui bahwa pabrik tersebut sudah beroperasi sejak tahun 2018 dan bisa memproduksi dua juta butir obat-obat ilegal per-hari," katanya.
Menurut Krisno, saat ini penyidik masih terus melakukan pengembangan kasus ini guna membongkar jaringannya dari hulu ke hilir dan kepada pengendali akan dikenakan TPPU.