Peringatan 20 Tahun Reformasi: Fobia Karya Tulis
Peringatan 20 tahun reformasi era.id terhitung mulai pekan ini tidak hanya berkutat soal flashback harian, apa yang terjadi 20 tahun silam. Kami akan mengulas lebih dalam kondisi dan situasi selama pemerintahan Orde Baru. Mulai dari kegiatan putra-putri Cendana hingga siapa sosok-sosok kunci dalam masa peralihan reformasi. Selamat menikmati...
Jakarta, era.id - Tanpa ada woro-woro, tiba-tiba Kejaksaan Agung mengeluarkan pengumuman. Sebuah buku bertajuk Politik Dosomuko Rezim Orde Baru: Rapuh dan Sengsarakan Rakyat, karangan Soebadio Sastrosatomo dianggap bersifat provokatif.
Melalui surat keputusan Jaksa Agung Soedjono Ch. Atmonegoro lewat SK Jaksa Agung No. Kep 034/JA/04/1998, pemerintah melarang peredaran buku ini. Pembungkaman demokrasi dan berpikir makin ditonjolkan Orde Baru tanpa khawatir menambah stigma negatif di mata dunia internasional.
Situasi pada masa itu, 20 tahun silam, memang luar biasa genting. Masyarakat dan mahasiswa makin menggebu-gebu meminta segera dilakukan reformasi. Di satu sisi, kepercayaan pasar internasional makin turun drastis. Belum lagi krisis ekonomi yang belum ada tanda-tanda bakal segera berakhir.
Sebenarnya, soal buku dan karya tulis, masih menjadi isu yang membuat pemerintah sedikit gentar. Terlihat langkah pemerintah pada Oktober 1989, saat Kejaksaan Agung membentuk Clearing House untuk meneliti isi sebuah buku dan memberi rekomendasi langsung kepada Jaksa Agung.
Kala itu, Clearing House terbentuk melalui SK No.Kep-114/JA/10/1989 dan resmi bekerja di bawah Jaksa Agung yang terdiri dari 19 Anggota. Mulai dari JAM Intel (Jaksa Agung Muda bidang Intelijen), Subdirektorat bidang pengawasan media massa, Bakorstanas (Badan Koordinasi Stabilitas Nasional), Bakin (Badan Koordinasi Intelijen Negara), Bais (Badan Intelijen Strategis), ABRI, Departemen Penerangan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, serta Departemen Agama. Upaya tersebut dilakukan Orde Baru untuk benar-benar mengatur buku-buku yang boleh digunakan dan mana yang terlarang.
Baca Juga : Reformasi dan Pengumuman Bank Sekarat
Belum selesai di situ. Salah satu perangkat pemerintah di luar dari Clearing House, adalah Departemen Pendidikan Dasar dan Kebudayaan juga memberi instruksi yang senada. Tertuang dalam Instruksi Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan RI No.1381/1965 tentang larangan penggunaan beberapa buku-buku pelajaran, perpustakaan dan kebudayaan yang dikarang oleh oknum-oknum dan anggota-anggota ormas/orpol yang dibekukan untuk sementara waktu aktivitasnya.
Berikutnya, hadir dari Departemen Perdagangan dan Koperasi dengan Keputusan Menteri No. 286/KP/XII/78 yang diturunkan dalam keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri No. 01/DAGLU/KP/III/79. Di dalam keputusan tersebut, tertulis larangan impor, perdagangan, dan pengedaran segala jenis barang cetakan dalam huruf/aksara dan bahasa Cina.