OK Otrip Memicu Kecemburuan Sosial Angkot
"Lebih pada space, tempatnya, bagaimana jika nanti terjadi pengendapan itu akan membuat kemacetan baru, aspek sosial dengan angkot-angkot lama," kata Budi di Jakarta Creative Hub, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jumat (24/11/2017).
Salah satu cara mengatasi hal itu, kata Budi, dengan memberlakukan jam padat operasional. Pengaturan itu sebagai solusi untuk menampung penumpang yang transit dari Commuterline (kereta api). Di mana pada jam-jam tertentu, Transjakarta akan stand by lebih banyak di sekitar stasiun.
"Bisa dengan strategi operasional, karena ini kan tidak setiap hari. Ada jam-jam tertentu," ujar Budi.
Budi menjelaskan, berdasarkan perhitungan Transjakarta, sekurangnya terdapat 700 orang yang akan keluar dari stasiun bersamaan setiap 3 menit sekali. Pada saat itu Transjakarta harus dapat menampung ratusan penumpang tersebut jika sudah berjalan sistem integrasi.
Lebih jauh Budi menilai, secara teknis tidak ada masalah dengan program yang mengedepankan motto Rp5.000 ke mana saja itu. Menurutnya, program tersebut justru menambah pemasukan pengusaha angkutan umum.
"Tapi intinya Transjakarta tidak mematikan bisnis yang lama. Konsep OK Otrip itu tidak mematikan yang lama, justru kita bersama-sama dengan pelaku (usaha) yang ada sekarang," kata dia.
Gubernur dan Wakil Gubernur DKI, Anies Baswedan-Sandiaga Uno mengusung program OK Otrip yang diyakini sebagai solusi mengurai kemacetan di Ibu Kota.
Pada tahap awal program ini, kata Anies, diberlakukan pada angkutan umum berbasis jalan dengan trayek tetap (angkutan dalam trayek) dengan tarif Rp5.000 untuk satu kali perjalanan dari keluar rumah hingga sampai di tujuan.