Menkumham Yasonna Laoly: Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan Melindungi 'Wong Cilik' dan UMKM
ERA.id - Pemerintah bersama DPR RI menyepakati RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) menjadi Undang-Undang dalam Sidang Paripurna di Gedung DPR RI, Kamis (7/10/2021).
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly menyatakan UU tersebut melindungi masyarakat kecil dan UMKM.
Yasonna menjelaskan, Pemerintah dan DPR RI memahami bahwa substansi yang terkandung dalam RUU tersebut akan memiliki dampak terhadap kehidupan masyarakat dan dunia usaha. Pemerintah memahami bahwa aspirasi masyarakat harus didengarkan dan menjadi pertimbangan penting dalam pembahasannya bersama DPR.
Melalui diskusi dan pembahasan yang sangat konstruktif, kata Yasonna, pemerintah dan Panja RUU DPR RI menyepakati substansi RUU yang memenuhi kepentingan pemerintah untuk melaksanakan reformasi perpajakan dan meningkatkan penerimaan perpajakan. Namun tetap dapat menjaga kondisi masyarakat dan dunia usaha.
“Terutama masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah dan pelaku UMKM agar tidak terbebani dengan perubahan kebijakan perpajakan ini. Serta dapat menjaga momentum pemulihan ekonomi yang tertekan akibat pandemi Covid-19,” kata Yasonna, Kamis (7/10/2021).
Yasonna melanjutkan, RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan menggunakan metodologi omnibus sesuai dengan substansi yang diatur, yang memuat enam kelompok materi utama yang terdiri dari sembilan BAB dan 19 Pasal, yaitu mengubah beberapa ketentuan yang diatur dalam beberapa UU perpajakan, baik UU Ketentuan Umum Perpajakan.
UU Pajak Penghasilan, UU Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, UU Cukai, Program Pengungkapan Sukarela dan memperkenalkan Pajak Karbon.
“Perubahan atas UU Pajak Penghasilan ditekankan untuk meningkatkan keadilan dan keberpihakan kepada masyarakat berpenghasilan menengah dan rendah termasuk pengusaha UMKM orang pribadi maupun UMKM badan,” ujarnya.
Pemerintah menyepakati usulan fraksi DPR untuk menaikkan lapisan penghasilan orang pribadi (bracket) yang dikenai tarif PPh terendah 5 persen dari penghasilan kena pajak sampai dengan Rp50 juta dan menjadi Rp60 juta.
Adapun Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) tetap tidak berubah yaitu sebesar Rp4,5 juta per bulan atau Rp54 juta per tahun untuk orang pribadi lajang, tambahan sebesar Rp4,5 juta diberikan untuk WP yang kawin dan masih ditambah Rp4,5 juta untuk setiap tanggungan, maksimal tiga orang.
Sementara dengan kenaikan batas lapisan (layer) tarif terendah ini, masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah mendapatkan benefit untuk membayar pajak lebih rendah dari sebelumnya.
“Di sisi lain, perubahan tarif dan penambahan lapisan (layer) Pajak Penghasilan orang pribadi sebesar 35 persen untuk penghasilan kena pajak di atas Rp5 miliar, dimaksudkan untuk lebih mencerminkan keadilan, bagi orang pribadi yang lebih mampu harus membayar pajak lebih besar,” ungkap Yasonna.
Dalam RUU HPP juga menegaskan keberpihakan terhadap pelaku usaha UMKM baik orang pribadi maupun badan, yaitu bagi WP orang pribadi UMKM diberikan insentif berupa batasan penghasilan tidak kena pajak atas bagian dan peredaran bruto Rp500 juta setahun artinya para pengusaha kecil tersebut tidak membayar pajak sebagai pemihakan nyata dan bagi WP Badan UMKM tetap diberikan fasilitas penurunan tarih PPh Badan dalam Pasal 31E.