Peringatan 20 Tahun Reformasi dan Kerusuhan Mei 1998
Itulah kondisi yang terjadi pada 14 Mei 1998. Kerusuhan dan penjarahan melanda Jakarta. Banyak WNI etnis Tionghoa mengungsi ke luar negeri.
Kondisi ini sudah sampai ke telinga Presiden Soeharto melalui Menko Polkam dan jajaran menteri di lingkungan Polkam. Presiden Soeharto langsung menginstruksikan untuk mengambil langkah yang sesuai undang-undang yang berlaku untuk mengusut tindakan yang bersifat kriminal, seperti kasus penjarahan dan perampokan.
"Kepada rakyat banyak, Presiden dengan tulus menyampaikan imbauan agar tenang, dan bersama-sama menjaga keterlibatan dan keamanan sehingga masyarakat dan bangsa ini tidak menderita. Jangan sampai menderita karena tindakan di luar hukum dan tindakan-tindakan di luar Undang-undang Dasar," kata Menteri Penerangan Kabinet Pembangunan VII Alwi Dahlan.
Menjarah dan terbakar
Korban yang terbakar pada peristiwa penjarahan di Jakarta sebagian besar terjadi karena terjebak api saat berada di dalam gedung. Saat sebagian massa tengah menjarah, sebagian massa lain melakukan pembakaran. Ketika api makin membesar, para penjarah yang tak sadar terperangkap dalam gedung.
Menurut Sri Indahyati, Sekretaris Pengurus PMI (Palang Merah Indonesia) Jakarta Timur, dari hasil evakuasi yang dilakukan di beberapa tempat, 118 jasad ditemukan dalam keadaan hangus. Jasad yang sudah tidak bisa dikenali tersebut kemudian dibawa ke RSCM Jakarta Pusat.
Menurut petugas kamar mayat RSCM Syafi'i, PMI selaku evakuator meminta RSCM untuk menyiapkan kantong mayat sebanyak 170 buah untuk korban kerusuhan di Plaza Sentral Klender, 36 untuk Ramayana Koja, dan 300 untuk Ramayana Cileduk. Bila jumlah korban dihitung berdasarkan permintaan tersebut, maka total jasad yang ditemukan terdapat 506 jenazah.
Infografis Kerusuhan Mei 1998 (Rahmad/era.id)
Korban luka tembak
Peristiwa mencekam tersebut menimbulkan tangis duka bagi para keluarga korban di kamar mayat RSCM Jakarta. Selain korban akibat terbakar, ditemukan satu mayat yang menurut keluarga korban akibat tertembak.
"Kenapa harus anak saya yang tewas. Ditembak lagi," kata Effendi saat meratapi nasib anaknya Teddy Kennedy sudah terbujur kaku (22).
Sementara itu, tim dokter dari yang mengurusi mayat Teddy, mengatakan, ada tiga bekas luka tembakan. Yang paling mematikan terdapat di leher korban. Menurut Effendi, anaknya selama ini memang aktif mengikuti kegiatan unjuk rasa. Termasuk aksi yang digelar di kawasan Jatinegara.
Infografis korban kerusuhan selama Bulan Mei 1998 (Wildan/era.id)