Presiden Jokowi Minta Penanganan Napi Terorisme Dievaluasi
This browser does not support the video element.
"Harus ada evaluasi total, harus ada koreksi, baik mengenai penjaranya apakah perlu di markas atau di luar markas, pemeriksaan apa dilakukan di tempat seperti di Mako (Brimob) itu kan di tempat. Akan menjadi sebuah evaluasi untuk Polri agar kejadian itu tidak terulang kembali," kata Presiden, usai bermain basket bersama para atlet pelajar yang menjadi peserta "Dream Basketball League (DBL)" di halaman belakang Istana Bogor, Jawa Barat, seperti dikutip dari Antara, Sabtu (12/5/2018).
Baca Juga : Polisi Tangkap Teroris yang Ingin Menyerang Mako Brimob
Setelah insiden penuh duka itu, Presiden Jokowi tetap yakin aparat keamanan bisa menjaga acara besar di Indonesia seperti Asian Games ke-18 yang akan dilaksanakan pada Agustus-September 2018.
"Aparat keamanan kita siap, kalau ada kejadian itu, ya setiap negara tidak bersih dari semua kejadian," katanya.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian sebelumnya mengakui perlu ada evaluasi terhadap Rutan Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, yang tidak layak untuk menampung narapidana terorisme.
"Evaluasi kami memang Rutan Mako Brimob tidak layak jadi rutan teroris. Kenapa? Karena bukan maximum security," ujar Tito, di Depok, Kamis (9/5).
Dia menyampaikan, rutan tersebut sebenarnya dibuat untuk menampung penegak hukum, di antaranya polisi, hakim, dan jaksa, yang terlibat tindak pidana.
"Karena mereka ini kan tangkap penjahat, kalau kemudian melakukan pidana dan ditempatkan sama dengan yang lain nantinya mereka bisa jadi korban," ungkap Tito.
Baca Juga : Kerusuhan di Mako Brimob dan Pertanyaan Tak Terjawab
Rutan Mako Brimob, kata dia, mulai dilirik untuk tahanan terorisme karena tempatnya dianggap aman lantaran berada di dalam Kompleks Markas Brimob.
"Namun, ada dinamika tentunya. Walaupun aman karena berada di dalam Markas Brimob, tahanan terkurung dan tidak bisa kemana-mana, tapi di dalam rutan tidak didesain untuk narapidana terorisme," tutur dia.
Ia juga mengakui bahwa rutan tersebut kelebihan kapasitas, tercatat ada 155 tahanan di dalamnya. Padahal seharusnya hanya diisi 64 orang, hingga maksimal bisa menampung 90 narapidana.
Terkait dengan itu, Tito berencana menghubungi Menteri Keuangan Sri Mulyani guna membahas tentang adanya kemungkinan membangun rutan yang layak untuk narapidana kasus terorisme.