Terdakwa BLBI Syarifuddin Sebut Dakwaan KPK Salah
"Jelas, dari dakwaan tadi itu, jelas error in persona. Yang menjual bukan saya dan juga saya mengikuti seluruh aturan," tutur Syarifuddin dalam persidangan.
Penjelasan eksepsi lantas dilanjutkan kuasa hukum Syarifuddin, Yusril Ihza Mahendra yang mengatakan, dakwaan dari KPK bersifat prematur. Menurut Syarifuddin, penerbitan Master of Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) atau Master Perjanjian Penyelesaian dan Akuisisi dalam BLBI sudah ditutup kasusnya lantaran terjadi 19 tahun silam.
Yusril mempertanyakan mengapa KPK masih berpikir ada unsur tindak pidana korupsi dalam penerbitan SKL. "Sudah 19 tahun lamanya MSAA ini ada dan sudah ditutup, dianggap sudah selesai semuanya. Itu tidak pernah ada gugatan dari pihak pemerintah terhadap kasus ini, jadi kasus ini dianggap sudah selesai dalam perdata," tutur Yusril.
Yusril berpendapat, penerbitan MSAA telah diatur secara detail dan sedemikian rupa, sehingga dua belah pihak yang terlibat sama-sama merasa puas dan tidak ada yang dirugikan. "Apabila para pihak itu tidak puas terhadap apa yang diputuskan, maka mereka dapat mengajukan komplain dan mengajukan gugatan ke pengadilan,” tuturnya.
Sebagai informasi, MSAA merupakan cara pemerintah membantu percepatan proses pemulihan krisis ekonomi --seperti yang pernah terjadi di Indonesia pada medio 1997-- yang sedang dihadapi melalui pengembalian utang negara berupa BLBI dan atau kredit yang melanggar BMPK dari pihak terkait bank melalui langkah hukum di luar pengadilan (out of court settlement) berupa perjanjian pembayaran secara tunai dan dengan penyerahan aset.
Baca Juga : Pengusutan Kasus BLBI Berlanjut
Sebagai mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional, Syarifuddin pernah mengeluarkan SKL senilai Rp4,58 triliun terhadap salah satu obligor BLBI yang pernah hampir kolaps, Sjamsul Nursalim, pemilik BDNI. Padahal, piutang tersebut tidak pernah dilunasi Sjamsul hingga menyebabkan negara mengalami kerugian dalam nilai tersebut.
Atas perbuatannya, Syafruddin didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-undang (UU) Nomor 31, Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1.