PDIP Tidak Setuju Definisi Terorisme dalam RUU
"Kalau kita melihat sesuatu dimasukkan ke dalam definisi kemudian ada unsur-unsur perbuatannya, kalau perbuatan itu tidak memenuhi unsur yang ada di dalam definisi ini tentu akan dilepaskan," kata Riska, di kawasan Senayan, Jakarta, Senin (14/5/2018).
"Ini akan mempersempit ruang gerak dari aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya memberantas terorisme, itu yang jadi masalah," lanjutnya.
Menurut Riska, atas dasar itulah Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menolak adanya definisi terorisme tersebut.
Apalagi, Riska menilai, subtansi UU Anti-terorisme ini bukan pada cukup tegas atau tidaknya UU tersebut. Namun, katanya, yang terpenting bagaimana membongkar jaringan sel terorisme.
Baca Juga : Elite Parpol Lakukan Pertemuan di Rumah Wiranto
Infografis (era.id)
"Kalau soal ketegasan penindakan sebenarnya ini bukan tegas atau tidak tegas tapi bagaimana membongkar jaringan sel-sel teroris yang tersebar. Karena semakin hari semakin banyak," jelasnya.
"Teroris ini bekerja secara simultan di lapangan ada, di media sosial, ada di mana-mana, ini yang perlu diantisipasi," tuturnya.
Baca Juga : Jokowi Bakal Keluarkan Perppu Anti-terorisme
Revisi UU Anti-terorisme digarap DPR sejak Februari 2016, setelah terjadinya bom Thamrin, di Jakarta Pusat. Namun, hingga kini, revisi belum kelar. Saat ini DPR juga tengah dalam massa reses dan baru bersidang pada 18 Mei nanti, hingga Juni.
Presiden Joko Widodo mendesak DPR dan kementerian terkait segera menyelesaikan pembahasan RUU Anti-terorisme dan bakal menerbitkan perppu jika hingga akhir masa sidang selanjutnya RUU tersebut belum diselesaikan.
Baca Juga : Elite Parpol Desak DPR Selesaikan UU Terorisme
Infografis (era.id)