Heboh Ustaz Mizan Sindir Makam Leluhur di Lombok, Kiai Ma'ruf Khozin Beri Penjelasan

ERA.id - Tim Siber Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat sedang menelusuri kasus pembakaran Pondok Pesantren As-Sunnah di Kabuapten Lombok Timur, NTB, yang heboh di dunia maya.

Kabarnya, pembakaran itu dipicu oleh ucapan tokoh pesantren tersebut, yakni Ustaz Mizan Qudsiah.

Ia diduga mendiskreditkan makam keramat para leluhur di Pulau Lombok. ERA.id pun telah melihat tayangan video itu. Ustaz Mizan pun juga dalam video pendek yang dilihat, telah mengklarifikasi kalau ucapannya dipotong dan dilepaskan dari konteks ceramah yang utuh.

Namun yang pasti, soal persoalan hukum dari kasus ini, sementara diteliti lebih mendalam oleh polisi. Kementerian Agama pun juga telah menanggapinya. Untuk lebih jelasnya, ucapan polisi bisa dilihat di sini.

Untuk diketahui, pada Minggu (2/1) dinihari, sekitar pukul 02.00 Wita, sekumpulan massa tak dikenal merusak fasilitas Pondok Pesantren As-Sunnah di Bagek Nyaka, Kecamatan Aikmel, Kabupaten Lombok Timur, usai ucapan Ustaz Mizan viral.

Tanggapan Kiai Ma'ruf Khozin

Sebab isu ini kadung heboh di media sosial, Kiai Ma'ruf Khozin (Direktur Aswaja Center Jawa Timur), langsung merespons soal ucapan Ustaz Mizan di Facebook-nya. Kai Ma'ruf tidak menanggapi soal ucapan yang keras itu, namun lebih kepada hukum ziarah kubur yang kerap diperdebatkan.

Begini isinya.

Melarang Perjalanan Ziarah Makam Ulama?

Karena akun FB saya di-tag oleh saudara-saudara kami di Lombok dan meminta jawaban atas ulah seorang ustaz dari Salafi yang melarang ziarah kubur para ulama, sembari mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas diucapkan, maka saya berjanji akan menuliskan dalilnya.

Sebenarnya sudah ada seorang ustaz di Lombok yang memberi jawaban lengkap dalam hukum Fikih.

Saya hanya akan memberi jawaban atas dalil dari Ustaz Salafi. Beliau sama seperti Salafi lainnya melarang melakukan perjalanan ziarah makam para ulama dengan mengutip riwayat:

ﻋﻦ ﻗﺰﻋﺔ، ﻗﺎﻝ: ﺳﺄﻟﺖ ابن ﻋﻤﺮ: ﺁﺗﻲ اﻟﻄﻮﺭ؟ ﻗﺎﻝ: «ﺩﻉ اﻟﻄﻮﺭ ﻭﻻ ﺗﺄﺗﻬﺎ»، ﻭﻗﺎﻝ «ﻻ ﺗﺸﺪﻭا اﻟﺮﺣﺎﻝ ﺇﻻ ﺇﻟﻰ ﺛﻼﺛﺔ ﻣﺴﺎﺟﺪ»

Qaza'ah berkata: "Saya bertanya kepada Ibnu Umar apakah saya boleh mendatangi bukit Thur?" Ibnu Umar menjawab: "Tinggalkan Thur, jangan kau datangi. Tidaklah diperbolehkan melakukan perjalanan kecuali ke 3 Masjid" (Mushannaf Ibni Abi Syaibah)

Hadis yang dijadikan dalil oleh Syekh Ibnu Taimiyah dan para pengikutnya yang melarang melakukan ziarah ke makam ulama adalah hadis berikut:

لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الرَّسُولِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَسْجِدِ

الْأَقْصَى

"Tidak diperbolehkan melakukan perjalanan kecuali ke tiga masjid, yaitu masjid al-Haram, masjid Rasulullah -Madinah- dan masjid al Aqsha" (HR al-Bukhari dan Muslim)

Menurut mereka hadis ini secara umum melarang dilakukan kunjungan perjalanan ziarah makam ulama.

Pendapat ini dibantah oleh ulama ahli hadis bermazhab Syafi'i, Al-Hafidz Ibnu Hajar, bahwa larangan tersebut bukan untuk ziara kubur, tapi kunjungan ke Masjid lain dengan niat ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah.

Sebab salat sunah dan iktikaf di masjid kampung kita pahalanya sama dengan di masjid di negara lain, kecuali 3 Masjid yang disebutkan dalam hadis di atas, karena keutamaan rakaatnya lebih banyak pahalanya.

Penafsiran dari Al-Hafidz Ibnu Hajar ini berdasarkan takhsis dari hadis lain;

لاَ يَنْبَغِي لِلْمَطِيِّ أَنْ تُشَدَّ رِحَالُهُ إِلَى مَسْجِدٍ يُبْتَغَى فِيْهِ الصَّلاَةُ غَيْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَالْمَسْجِدِ اْلأَقْصَى وَمَسْجِدِي هَذَا (رواه أحمد وشهر فيه كلام وحديثه حسن)

"Seharusnya bagi pengendara tidak melakukan perjalanan ke suatu masjid untuk melaksanakan salat disana, selain masjid al-Haram, masjid al-Aqsha dan masjidku" HR Ahmad.

Al-Hafidz Al-Haitsami berkata: "Di dalam sanadnya terdapat Syahr bin Hausyab, hadisnya hasan" (Majma' az-Zawaid IV/7). Al-Hafidz Ibnu Hajar juga menilainya hasan dalam Fathul Bari III/65)

Al-Hafidz Ibnu Hajar memberi kesimpulan yang sekaligus membantah pendapat mereka:

فَيَبْطُلُ بِذَلِكَ قَوْل مَنْ مَنَعَ شَدَّ اَلرِّحَال إِلَى زِيَارَةِ اَلْقَبْرِ اَلشَّرِيفِ وَغَيْره مِنْ قُبُورِ الصَّالِحِينَ وَاَلله أَعْلَمُ

“Maka batal-lah pendapat ulama yang mengatakan dilarangnya ziarah ke makam Rasulullah dan dan makam orang-orang shaleh” (Fathul Bari IV/197)

Perjalanan Ziarah Kubur

Adakah riwayat secara khusus dari kalangan Sahabat yang melakukan perjalanan ziarah kubur? Ada.

ﻗﺎﻝ اﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﻣﻠﻴﻜﺔ ﻟﻤﺎ ﺗﻮﻓﻲ ﻋﺒﺪ اﻟﺮﺣﻤﻦ ﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﺑﻜﺮ ﺑﺎﻟﺤﺒﺸﻲ ﺃﺗﻲ ﻳﻌﻨﻰ ﺑﻪ ﺣﺘﻰ ﺩﻓﻦ ﺑﻤﻜﺔ ﻓﻈﻌﻨﺖ ﻋﺎﺋﺸﺔ ﻣﻦ اﻟﻤﺪﻳﻨﺔ ﻓﺄﻗﺒﻠﺖ ﺣﺘﻰ ﻭﻗﻔﺖ ﻋﻠﻰ قبره ﺛﻢ ﺑﻜﺖ ﻋﻠﻴﻪ

Ibnu Abi Mulaikah berkata bahwa saat Abdurrahman bin Abu Bakar (Saudara Aisyah) wafat di Habasyah dan dikubur di Makkah, maka Aisyah berangkat dari Madinah kemudian sampai hingga ia berdiri di makam saudaranya, Aisyah menangisinya (Ibnu Asakir, Tarikh Dimasyq)

Sama dengan riwayat berikutnya:

عن عبد الله بن أبي مليكة : أن عائشة أقبلت ذات يوم من المقابر فقلت لها : يا أم المؤمنين من أين أقبلت ؟ قالت : من قبر أخي عبد الرحمن بن أبي بكر فقلت لها : أليس كان رسول الله صلى الله عليه و سلم نهى عن زيارة القبور قالت نعم كان نهى ثم أمر بزيارتها (رواه الحاكم)

Aisyah pulang dari makam, ia ditanya dari mana? Aisyah jawab: “Dari kubur saudaraku”. Ditanya: “Bukankah ziarah dilarang?” Ia jawab: “Dulu Nabi melarang, lalu Nabi perintahkan ziarah kubur” (HR al-Hakim)