Gratifikasi dalam Pesta Pernikahan

Jakarta, era.id - Direktur Gratifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Giri Suprapdiono menyebut banyaknya kasus korupsi yang menjerat pejabat dan kepala daerah boleh jadi karena sikap kompromi mereka terhadap pemberian.

Dalam gratifikasi, kata Giri, begitu banyak kasus bermula dari sikap para pelaku berkompromi terhadap pemberian-pemberian orang lain. Benar saja. Berdasar banyak pengungkapan yang dilakukan, KPK mendapati bahwa gratifikasi paling banyak dilakukan dengan memanfaatkan acara adat.

“Korupsi yang dilakukan kepala daerah dan pejabat daerah lainnya dimulai dari sikap kompromi penerimaan gratifikasi oleh yang bersangkutan. Umumnya pemberian ini diselipkan dalam acara adat istiadat yang luhur,” kata Giri kepada awak media, Senin (21/5).

Giri menyebut modus pemberian gratifikasi pun beragam dan semakin berkembang. Bila semula diberikan saat acara dan dimasukkan ke dalam kotak sumbangan, kini pemberian dilakukan sebelum atau sesudah acara berlangsung. “Tujuannya menghindari pemeriksaan pelaporan gratifikasi,” ungkap Giri.

Lebih lanjut, Giri juga mengimbau agar para penyelenggara negara dapat mematuhi kewajiban menyerahkan laporan gratifikasi demi menghindari risiko pidana dan sanksi administrasi.

Sebelumnya, Direktorat Gratifikasi KPK melakukan klarifikasi lanjutan terhadap Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Kepulauan Riau Arif Fadillah pada Senin (21/5) kemarin.

Hasilnya, lembaga antirasuah ini mengklarifikasi kepatuhan Arif dalam pelaporan gratifikasi yang diterima saat pesta pernikahan putranya pada 16 dan 17 Februari 2018 di Bukittingi, serta perayaan di Tanjung Pinang pada 26 Februari 2018.

“Tim perlu memastikan apakah kewajiban pelaporan gratifikasi sesuai UU Tipikor dan UU KPK telah dilaksanakan dengan benar atau tidak. Termasuk sumber pembiayaan resepsi yang berasal dari pihak lain,” ungkap Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada awak media.

Febri kembali mengingatkan bahwa para pegawai negeri maupun penyelenggara negara wajib hukumnya untuk lapor bila mendapat gratifikasi terkait jabatannya. KPK memberikan waktu 30 hari kerja untuk melaporkan pemberian tersebut. Pelaporan ini juga bisa dilakukan di Unit Pengendali Gratifikasi (UPG) setempat.

“KPK telah membentuk UPG di Provinsi Kepulauan Riau untuk mempermudah pihak-pihak yang ingin melaporkan gratifikasi. Seharusnya, para penyelenggara negara lebih dimudahkan dalam melakukan pelaporan tersebut baik penerimaan gratifikasi secara umum terkait jabatan maupun gratifikasi pernikahan,” tutup Febri.

Tag: korupsi bakamla kpk korupsi kepala daerah pns pns bandel