PSI Lawan Bawaslu Terkait Pelaporan ke Bareskrim

This browser does not support the video element.

Jakarta, era.id - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) enggak terima dilaporkan Bawaslu ke Bareskrim Polri. Bahkan, PSI menyebut laporan tersebut sebagai tindakan zalim Bawaslu.

Bukan apa-apa. Alasan Bawaslu melaporkan PSI atas materi di Jawa Pos edisi 23 April 2018 dianggap enggak masuk akal. PSI yakin, materi tersebut enggak melanggar aturan pemilu karena tidak mengandung visi, misi, program, atau citra PSI sebagai partai politik (parpol).

Selain itu, Grace juga menegaskan, iklan tersebut enggak mengandung ajakan memilih dan tidak berupaya meyakinkan pemilih. Grace bilang, publikasi hasil poling internal yang mereka lakukan itu merupakan bentuk pendidikan politik bagi masyarakat.

"Justru yang muncul adalah elite-elite partai lain." kata Grace.

Selain itu, Grace juga berdalih bahwa logo PSI hanya lima persen dari total halaman. Hal itu, kata Grace merupakan hal yang menegaskan bahwa enggak ada kampanye yang mereka lakukan. Maka, bagi PSI jelas, bahwa ada kekeliruan dalam kasus ini.

"Banyak partai politik lain yang beriklan dengan menampilkan logo, nomor urut dan foto petinggi partai," kata Grace di Bareskrim, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (22/5/2018).

Baca Juga: Bawaslu Laporkan PSI ke Bareskrim

Sebelumnya, Bawaslu melaporkan Sekjen PSI, Raja Juli Antoni dan Wasekjen PSI Chandra Wiguna atas dugaan pelanggaran kampanye melalui iklan media cetak Jawa Pos edisi 23 April 2018.

Dugaan Tindak Pidana Pemilu tersebut merupakan hasil pembahasan Sentra Gakkumdu dan disepakati bersama antara Bawaslu, Kepolisian, dan Kejaksaan Agung.

"Bawaslu menemukan adanya iklan kampanye di media massa cetak yaitu di harian Jawa Pos atas dugaan tindakan pelanggaran pidana pemilu oleh PSI, khususnya kualifikasi kampanye di luar jadwal 492 UU Pemilu," ujar Abhan di Kantor Bawaslu RI, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (17/5/2018).

Baca Juga: PSI Dibayang-bayangi Sanksi Pidana

Abhan menerangkan, alasan Bawaslu menentukan pihak terlapor yaitu Sekjen dan Wasekjen karena sampai saat ini memang hanya dua orang tersebut yang bisa mengklarifikasi.

Lanjut Abhan, jika terlapor terbukti bersalah di pengadilan, maka sesuai dengan rumusan Pasal 492 UU Pemilu, terlapor mendapat ancaman 1 tahun penjara dan denda maksimal Rp12 juta.

Namun, tambah Abhan, kasus ini tidak memberi sanksi pidana maupun perdata kepada PSI sebagai partai dan tidak akan mendiskualifikasi PSI dari peserta Pemilu 2019.

Tag: pemilu 2019