Artidjo yang Sering Diteror dan Mau Disantet

This browser does not support the video element.

Jakarta, era.id - Selama 18 tahun berkarier sebagai Hakim Agung, Artidjo Alkostar kerap kali mendapat ancaman dari perkara yang ditanganinya. Namun hal-hal semacam itu tidak pernah membuatnya takut dan justru salah alamat.

"Kalau mengancam saya itu salah alamat. Pertama, saya sejak menjadi advokat yang tidak punya kekuasaan, jadi saya tidak pernah takut," kata Artidjo Artidjo kepada wartawan di ruang Media Center Mahkamah Agung (MA) Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Jumat (25/5/2018).

Bahkan Artidjo pernah diancam akan dibunuh oleh ninja di Dili, Timor Timur, pada tahun 1992. Namun teror itu tak pernah terjadi. Asisten Artidjo malah sempat menduga bos nya itu punya kemampuan kebal hingga sulit untuk dibunuh.

"Saya pernah hampir mau dibunuh, tahulah di Timtim itu siapa 'ninja'. Tapi Allah SWT melindungi saya, itu asisten saya. Keliru, bukan saya kebal, bukan. Tapi dia keliru. Allah SWT melindungi saya," katanya.

Baca Juga: Artidjo Pensiun, Pulang Kampung dan Ngangon Kambing

Menurut pria kelahiran Situbondo itu, darah Madura yang tertanam pada Artidjo membuatnya tidak takut pada apa pun. Sekalipun ia mendapat teror dari penembak misterius (petrus) yang mengintainya.

"Mungkin karena sejak kecil saya sudah menjadi joki karapan sapi, berkelahi gulat, dan silat. Jadi darah Madura saya tidak memungkinkan untuk menjadi takut sama orang," lanjutnya.

Ditambahkan Artidjo, dirinya sudah kenyang menerima banyak teror dan ancaman. Bahkan jika ancaman itu melalui hal gaib, macam ilmu santet. Namun lagi-lagi hal itu tak pernah terjadi dan gagal.

"Di daerah saya, orang tua saya lahir di Sumenep di Marengan. Jadi kalau orang akan menyantet saya itu salah alamat juga. Saya kira hal-hal yang semacam itu tidak mungkin akan mempengaruhi saya. Jadi, sejak jadi advokat, saya sudah kenyang memakan ancaman itu," kata Artidjo. 

Baca Juga: Terima Kasih Artidjo Alkostar

Artidjo bahkan berpesan kepada keluarga dan koleganya untuk menjaga independensinya, selama menjadi hakim. Hal ini pula yang membuatnya sulit untuk ditemui.

"Kalau pertemanan sulit ditemui, memang saya siap untuk tidak berkawan. Kalau dulu saya jadi advokat tentu cari banyak kawan. Tapi setelah jadi hakim saya siap tidak berkawan dengan siapa saja, orang paling dekat dengan saya pun tidak saya temui," paparnya.

Hal itu sengaja dilakukannya agar tidak berkawan dengan orang yang berpotensi berperkara.

"Jadi saya memang jarang bergaul dengan orang yang berpotensi orang yang berpekara termasuk pengacara. Dibatasi, meski habitat saya pengacara. Tentu saya diundang ke organisasi saya tolak," tutup Artidjo. 

Tag: hakim agung artidjo alkostar mahkamah agung