Masa Depan Jurnalisme di Era Digital, Menteri Johnny Sebutkan Soal Reporter Robot dan Urgensi Big Data
ERA.id - Kemajuan dan disrupsi teknologi yang terjadi selama pandemi Covid-19, akan terus memengaruhi proses bisnis industri media konvensional dan media mainstream Indonesia. Menteri Komunikasi dan Informatika, Johhny G. Plate menyatakan di era digital, kemajuan teknologi berupa big data, artificial intelligence, dan metaverse dapat memperkaya kebutuhan data serta analisis untuk produksi dan distribusi konten industri media.
“Orientasi industri media yang baik akan tercermin dari jurnalisme yang berkualitas berbasiskan data, analisis dan pendekatan teoritis yang memadai,” ujarnya dalam Konvensi Nasional HPN 2022: Membangun Model Media Massa yang Berkelanjutan, yang berlangsung secara hibrida dari Phinisi Room Hotel Claro, Kendari, Sulawesi Tenggara, Selasa (8/2/2022).
Menurut Menkominfo dunia terus didorong untuk melakukan transformasi digital di tengah berbagai keterbatasan yang timbul akibat pandemi Covid-19. Hal itu juga penting dilakukan insan pers agar bisa menemukan model bisnis baru media.
“Perubahan besar yang diakibatkan oleh kemajuan teknologi digital menjadi orientasi, sekaligus solusi yang dapat menembus keterbatasan, memperluas perspektif dan jangkauan. Sekaligus mempercepat proses di berbagai lini kehidupan, tentunya termasuk di industri media,” jelasnya.
Mengutip laporan The New York Times, Menteri Johnny menyatakan hampir sepertiga konten yang diterbitkan jurnalis Bloomberg News dibuat dengan bantuan kecerdasan buatan atau robot reporter. Hasil kerja itu memudahkan jurnalis berfokus pada konten yang berdasarkan riset serta data humanisme yang kuat.
“Selain itu, The Huffington Post, juga telah memanfaatkan big data sejak tahun 2014 yang lalu untuk mengoptimalisasi konten, mengautentikasi komentar, memastikan efektivitas iklan, mengatur penempatan iklan hingga membuat personalisasi pasif,” jelasnya.
Dengan demikian, artikel tersebut akan lebih optimal dibaca lebih banyak khalayak dalam waktu yang relatif lebih singkat. “Ini studi dari Reuteurs Institute. Salah satu praktik sederhananya, big data digunakan untuk menentukan timing yang paling tepat, untuk menerbitkan satu artikel maupun platform apa yang paling sesuai untuk digunakan dalam menyebarkan artikel tersebut,” tutur Menkominfo.
Menteri Johnny juga menjelaskan perkembangan metaverse yang memungkinkan kemunculan model bisnis baru industri media. Sebagai gambaran, Menkominfo menyatakan pada tahun 2003 telah muncul platform second life, yakni komunitas virtual online yang memungkinkan pengguna membuat avatar dan berinteraksi di dunia virtual.
Dalam platform itu, menurut Menteri Johnny hadir The Second Life Environment, yaitu surat kabar online yang memungkinkan pemilik dan pembuat bisnis virtual untuk mengiklankan layanan atau produk mereka kepada konsumen di dalam platform second life.
“Hal ini dilakukan melalui pembelian tempat iklan yang dapat diubah menjadi artikel dan siaran pers, di mana pendapatan dan akan diperoleh melalui pembayaran yang dilakukan via papan iklan yang terdapat di sport virtual perusahaan dengan mata uang yang berlaku pada platform tersebut,” tuturnya.
Menkominfo menyatakan saat ini terjadi pergeseran konsumsi media di kalangan masyarakat selama satu dekade terakhir. Kondisi itu terlihat dari tren penurunan konsumsi media konvensional dari tahun 2011 sampai tahun 2021.
“Konsumsi media cetak turun sekitar 50 persen, media televisi sekitar 24 persen, radio sekitar 19 persen. Di sisi yang lain, media berbasis desktop mengalami peningkatan konsumsi sebesar 20 persen, dan bahkan media berbasis seluler naik sebesar lebih dari 460 persen. Ini menurut catatan dari bandwith, record, and risky time tahun 2021,” ungkapnya.
Sementara di sektor produksi, sebanyak 75 persen eksekutif perusahaan global bidang komunikasi, jurnalisme, dan media massa menunjukkan adanya kebutuhan untuk berinovasi yang lebih tinggi dari sebelumnya.
“Sebagai salah satu industri yang paling terdampak akibat pandemi Covid-19 dan disrupsi teknologi digital, 86 persen dari para eksekutif tersebut percaya bahwa untuk bersaing di dunia yang serba digital dibutuhkan strategi bisnis yang memposisikan audiens serta pelanggan sebagai mitra kerja,” jelas Menkominfo.
Menteri Johnny menyatakan, pertumbuhan arus data yang juga semakin besar memungkinkan perusahaan untuk melakukan identifikasi, serta menyasar khlayak dengan lebih akurat. Bahkan, perkembangan kecerdasan buatan memudahkan perusahaan untuk membangun personalisasi produk, serta layanan bagi audiens yang berbeda sesuai dengan kebutuhan.
“Saat ini di Indonesia pun kita melakukan roll out dan deployment 5G untuk merespons munculnya beragam teknologi, serta media digital yang baru misalnya metaverse, cloud computing, yang akan semakin mendorong pergerseran produksi maupun konsumsi di bidang komunikasi jurnalisme dan media,” tuturnya.
Menkominfo menegaskan, pada tahun 2019 lalu tercatat layanan yang digunakan oleh setiap layanan 5G hanya berkisar sekitar 11,7 Gigabyte. Proyeksi pada tahun 2028 mendatang akan meningkat sampai dengan 725 persen atau sekitar 84,83 Gigabyte setiap bulan.
“Pada masa tersebut diprediksikan pula layanan informatif, inovatif dan kreatif yang berbentuk audio visual baik berupa video berkualitas tinggi, augmented reality, virtual reality dan lainnya akan mendominasi 90 persen data berbasis teknologi 5G,” tandasnya.
Meski tidak bisa hadir secara fisik lantaran berbagai kendala yang ada, Menteri Johnny mengharapkan kehadiran virtual tidak mengurangi dukungan dan kolaborasi seluruh pihak dalam membangun industri pers nasional yang lebih hebat.
“Mohon maaf saya tidak bisa hadir secara fisik di Kendari hari ini, tetapi kehadiran virtual tidak sedikitpun mengurangi nilai dan dukungan untuk membangun industri pers nasional yang lebih hebat. Saya juga ingin menyapa dan menyampaikan Selamat Hari Pers Nasional tahun 2022, Dirgahayu Dewan Pers, Dirgahayu PWI, Dirgahayu seluruh ekosistem pers nasional kita,” ujarnya.