Geram dengan Pernyataan Gus Yaqut, Mantan Wali Kota Padang: Haram untuk Menag Menginjak Tanah Minangkabau, Sudah Kebangetan!
ERA.id - Mantan Wali Kota Padang, Fauzi Bahar Datuak Nan Sati yang juga menjabat sebagai Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) melarang Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas untuk menginjakkan kaki di Sumatera Barat.
Melalui video yang beredar di aplikasi pesan Whatsapp, Fauzi geram dengan pernyataan Gus Yaqut mengenai suara azan.
Dia menilai Gus Yaqut dalam mengeluarkan pernyataan itu telah menyalahgunakan wewewangnya.
"Saya atas ketua LKAAM, haram untuk menag menginjak tanah minangkabau, haram, jadi jangan coba2 menginjak tanah minangkabau, ini islam sejajati, sudah kebangetan yang dilakukannya, kita menentang apa yang disampaikan beliau itu," jelas Fauzi Bahar dalam video yang diterima Era.id pada Kamis (24/02/2022).
Sebelumnya, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyatakan pengaturan terkait penggunaan pengeras suara di masjid, salah satunya bertujuan agar hubungan antarumat beragama lebih harmonis.
Yaqut Cholil, saat berkunjung ke Pekanbaru, Rabu (23/2/2022), mengaku tidak melarang rumah ibadah umat Islam untuk menggunakan toa atau pengeras suara.
Sebelumnya, Kementerian Agama Republik Indonesia mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 5 Tahun 2022 mengenai pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan musala.
Dalam surat ini mengatur penggunaan waktu dan kekuatan dari pengeras suara di masjid dan musala.
"Surat edaran ini dikeluarkan dengan tujuan agar tidak ada umat agama lain yang terganggu. Kita tahu itu syiar agama Islam, silahkan gunakan toa, tapi tentu harus diatur. Diatur bagaimana volumenya tidak boleh keras, maksimal 100 desibel," ujarnya, kepada awak media.
Selain itu, Yaqut juga mengatakan perlu peraturan untuk mengatur waktu alat pengeras suara tersebut dapat digunakan, baik setelah atau sebelum azan dikumandangkan.
"Bagaimana menggunakan speaker di dalam atau luar masjid juga diatur. Tidak ada pelarangan. Aturan ini dibuat semata-mata hanya untuk membuat masyarakat kita semakin harmonis," katanya.
Baginya pedoman ini bertujuan juga untuk meningkatkan manfaat dan mengurangi hal yang tidak bermanfaat, sebab di daerah di Indonesia yang mayoritas Muslim, hampir di setiap 100-200 meter terdapat masjid atau musala.
"Kita bayangkan, saya Muslim saya hidup di lingkungan nonmuslim, kemudian rumah ibadah mereka membunyikan toa sehari lima kali dengan keras secara bersamaan, itu rasanya bagaimana?" ucapnya.
"Contohnya lagi, misalkan tetangga kita kiri kanan depan belakang pelihara anjing semua, misalnya menggonggong di waktu yang bersamaan, kita terganggu tidak? Artinya semua suara-suara harus kita atur agar tidak menjadi gangguan," ujarnya.
Yaqut menegaskan alat pengeras suara di masjid/musala dapat dipakai, namun diatur agar tidak ada yang merasa terganggu.
Dan agar niat menggunakan pengeras suara sebagai sarana untuk syiar dan tepat dilaksanakan, tanpa harus mengganggu umat beragama lain.