Polemik Gaji BPIP, Mahfud MD: Presiden Merasa Tidak Enak
"Waktu bertemu dengan Presiden saya ditemani oleh Bu Yenti Ganarsih seorang perempuan antikorupsi, lalu Rektor Universitas Diponegoro Prof. Yos Johan, dan Pak Presiden Jokowi ditemani oleh Staf Khusus Ari Dwipayana," kata Mahfud dalam keterangannya kepada wartawan, di Kantor BPIP, Jakarta, seperti dikutip laman setkab.go.id, Kamis (31/5/2018).
Dalam pertemuan tersebut, lanjut Mahfud, Jokowi mengatakan merasa tidak enak karena membuat Dewan Pengarah BPIP menjadi serba disalahkan orang. "Presiden mengatakan, aduh saya malah merasa tidak enak membuat bapak-bapak ibu-ibu di sini menjadi serba disalahkan orang," ungkap Mahfud mengutip pernyataan Presiden Jokowi.
Untuk itu, Mahfud meminta agar ribut-ribut soal hak keuangan itu tidak ditudingkan kepada anggota Dewan Pengarah BPIP, karena mereka tidak pernah mengurus itu dan tidak pernah meminta itu. Bahkan, Dewan Pengarah juga tidak tahu bagaimana Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 42 Tahun 2018 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Lainnya Bagi Pimpinan, Pejabat, dan Pegawai BPIP itu terbit.
Baca Juga : Wapres: Tak Etis Kerja BPIP Dibenturkan dengan Gaji
"Bu Sri Mulyani (Menkeu) sudah menjelaskan bahwa itu bukan gaji, itu semua sudah mencakup gaji pokok Rp5 juta, operasional Rp13 juta, lalu untuk tunjangan kesehatan dan macam-macam yang jumlahnya, akhirnya sampai ke situ," terang Mahfud.
Anggota Dewan Pengarah BPIP itu kembali menegaskan, bahwa dilihat lagi Perpres-nya itu adalah hak keuangan bukan gaji. Hak keuangan itu, jelas Mahfud, kalau dirinci sudah termasuk antara lain gaji pokok, tunjangan keluarga, dan tunjangan asuransi.
Untuk asuransi-asuransi dan kesehatan itu, tambah Mahfud, langsung dipotong oleh negara dan diserahkan ke Kementerian Kesehatan/BPJS.
Terkait adanya keinginan sejumlah pihak menggugat Perpres tentang Hak Keuangan BPIP itu, Mahfud MD menegaskan, bahwa itu hak setiap orang yang merasa curiga, tidak ada yang melarang.