Solar Langka, Sopir Truk di Makassar Gelisah, Pertamina Belum Mau Bicara
ERA.id - Solar benar-benar langka di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Dari pantauan ERA di dua daerah, yakni Tamangapa dan BTP, mobil-mobil truk mengantre di SPBU.
Fenomena itu jarang terjadi, sebab biasanya, para sopir truk tak pernah sesulit sekarang untuk mengisi bahan bakar di mobilnya.
Ilham Darmawan, salah satu pengendara asal Sudiang mengeluhkan kemacetan yang terjadi di SPBU dekat kawasan perumahan Bumi Tamalanrea Permai (BTP).
"Ini kan jalan yang sering macet, apalagi sore hari. Ditambah antrean panjang truk-truk ini semakin menimbulkan kemacetan. Ampun ka saya kodong. Kalau semakin terus dibiarkan begini, sessa jaki," ucapnya.
Beda lagi dengan Iwan yang mengeluhkan antrean truk di SPBU Tamangapa, Antang. Sudah jalanan yang tak terlalu besar, macet menjadi masalah bagi warga setempat.
"Luar biasa macetnya Pak, apalagi tidak jauh dari SPBU ini, antrean mobil-mobil sampah yang mengantri membuat jalan semakin macet. 'Ini Pertamina kerjanya bagaimana?' masa tidak bisa menyelesaikan masalah seperti ini," keluhnya.
Bukan cuma pengendara lain yang pusing. Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Sulawesi Selatan Sumirlan juga mengeluh.
Ia menegaskan, perusahaan di bawah asosiasinya akan melakukan mogok massal jika pemerintah tidak memberi kepastian dan jalan keluar soal pasokan solar.
"Kita disuruh untuk mengaktifkan ekspor, tapi kita dibuat bingung dan panik mengenai kelangkaan solar ini. Kalau tidak adanya kejelasan mengenai ini, saya pastikan para pengusaha truk di Sulsel akan mogok massal," katanya kepada ERA, Senin (28/3/2022).
Sementara itu, Laode Syarifuddin Mursali selaku Area Manager Comm, Rel & CSR Pertamina Patra Niaga Regional Sulawesi belum merespons pesan singkat baik WhatsApp dan telepon dari ERA.
Padahal sebelumnya, Senior Supervisor Communication dan Relation PT Pertamina Region Sulawesi, Taufiq Kurniawan berujar kalau fenomena di atas benar.
Ia bilang, banyak antrean kendaraan yang mendapatkan solar bersubsidi yang ditetapkan pemerintah di SPBU Rp5.150 per liter.
Pihaknya berdalih, antrean kendaraan yang terjadi di SPBU karena meningkatnya jumlah kendaraan serta subsidi solar diatur oleh kouta.
Artinya, harus dilakukan pembatasan agar BBM bersubsidi yang disalurkan sesuai dengan kouta yang diatur pemerintah.
"Kouta ini mengalami penurunan tiap tahun. Penurunannya dari tahun ini ke tahun sebelumnya sekitar tujuh persen. Nah, ketika ada penurunan, kita dihadapkan dengan volume kendaraan yang semakin bertumpuk, maka dilakukan pembatasan," katanya.
Saat ditanyakan data berapa kouta BBM bersubsidi yang dialokasikan di Sulsel, Taufiq ogah memaparkan data.