Semarak Takbir di Bumi Nusantara
Tabung bermembran itu dinamakan bedug. Ada 7 hingga 10 unit bedug dijejerkan di pinggir jalan desa Babakan Doneng, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Setiap bedug itu dijaga beberapa orang, yang sudah menggenggam pentungan kayu untuk menabuhnya. Mereka ingin melakukan parade bedug.
Nah, biasanya, parade bedug di Bogor ini diselenggarakan setiap tahun. Pelaksanannya memakan waktu selama tujuh hari, dimulai saat pemerintah mengumumkan sidang isbat untuk menentukan Idulfitri 1 Syawal.
Perayaan semacam ini biasa dilakukan untuk menyambut Hari Raya Idulfitri. Bukan hanya di Bogor, seluruh umat Muslim dimana pun berada pasti merayakannya. Minimal, mereka mengumandangkan takbir, yakni frasa dari bahasa Arab Allahu Akbar, yang artinya Allah maha besar/agung. Istilah populernya, ritual ini bernama malam takbiran.
Perayaan seperti ini pun tak selalu sama. Masyarakat Betawi misalnya, mereka memiliki ritual khusus untuk menyambut hari yang suci bagi umat Islam tersebut. Pada malam hari sebelum takbiran, menjelang buka puasa, para tetangga biasanya saling mengantar makanan atau ngejot.
Para kaum ibu memasak makanan khusus. Pada hari lebaran aneka makanan khas Betawi dihidangkan kepada para tamu yang datang ke rumah untuk bersilaturahmi. Aneka dodol, kue putu mayang, akar kelapa, kembang goyang kerap disajikan. Anak-anak pun bersuka ria karena akan mendapat uang jajan tambahan di malam ini.
Tradisi yang mirip dengan ngejot ini juga ternyata dilakukan oleh masyarakat Muslim yang berada di daerah Bali. Meskipun di sana umat Muslim merupakan warga minoritas, namun perayaan menjelang hari Idulfitri tidak kalah meriah seperti di daerah yang mayoritas Muslim.
Di Bali, nyama selam (sebutan untuk saudara dari kalangan Muslim) akan memberi hidangan pada tetangga tanpa peduli latar belakang agama. Sebagai balasan, umat Hindu juga akan memberi makanan pada tetangganya di Hari Raya Nyepi atau Galungan.
Kalau di Riau, perayaan malam takbir ini dilakukan dengan dengan menyalakan ribuan lampu yang terbuat dari botol bekas, diberi sumbu dan minyak tanah. Biasanya, lampu-lampu itu dipasang pada rangka kayu yang sudah didesain dengan berbagai macam bentuk.
Masyarakat melayu di Riau menyebut lampu ini dengan istilah colok. Sedangan masyarakat Gorontalo lebih mengenal lampu itu dengan istilah tumbilotohe dan Pontianak menyebutnya keriang bandong.
Tradisi memasang lampu colok ini berawal dari keinginan masyarakat untuk memberikan penerangan pada Ramadan, sekaligus tradisi syiar Islam. Belakangan, aksi ini disebut pawai obor untuk beberapa wilayah.
Sedangkan jika melihat daerah paling timur Indonesia, Papua perayaan Idul Fitri juga penuh dengan rasa kebahagiaan seperti filosofi dari hari raya tersebut yakni kembali fitrah dan berhasil menuju kemenangan.
Dalam merayakan hari kemenangan itu, warga Kaimana, Papua Barat, melakukan silaturahmi hadrat dengan berkeliliing kota. Sekitar ratusan orang, baik yang tua maupun muda, berkeliling kota menari sembari diiringi lantunan selawat dan musik hadrat.
Oiya, selamat Idulfitri 1439 Hijriyah. Mohon maaf lahir batin.