Menyelami Istilah Sugar Daddy sebagai Gejala Bahasa

Your browser doesn’t support HTML5 audio
Jakarta, era.id - Baru-baru ini, istilah sugar daddy, menjadi perbincangan di media sosial. Bahkan istilah tersebut menjadi trending topic di Twitter, kemarin, Senin (18/6/2018).

Istilah asing tersebut juga dibahas oleh seorang Wikipediawan Bahasa Indonesia, Ivan Lanin, di akun Twitternya (@ivanlanin). Ia membalas cuitan dari pengikutnya yang bertanya padanan kata istilah sugar daddy padanya.

"Dahulu ada istilah 'om senang'. Kini tampaknya sugar daddy dipadankan dengan 'gadun'. KBBI sudah mencantumkan 'gadun' dengan arti 'hidung belang'," ujar Ivan dalam kicauannya, Selasa (12/6/2018).

Menurut Ivan, istilah sugar daddy sama saja seperti 'gadun' atau 'hidung belang' yang memiliki arti laki-laki yang gemar memainkan perempuan.

"...Bisa saja kita rumuskan arti yang netral gender untuk 'gadun' sebagai laki-laki atau perempuan (biasanya lebih tua) yang memberikan dukungan finansial kepada pasangannya (biasanya lebih muda) dengan balasan tertentu," kata Ivan.

Lalu, apakah istilah sugar daddy bisa diserap ke dalam bahasa Indonesia? Salah satu cara pembentukan kata baku sehingga masuk ke Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah dengan menyerap bahasa asing dengan proses adaptasi, seperti kata 'computer' menjadi 'komputer'.

Melansir dari laman web Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, salah satu syarat sebuah kata masuk dalam KBBI adalah kata yang unik. Dalam hal ini, kata yang diusulkan tersebut (baik berasal dari bahasa daerah maupun bahasa asing) memiliki makna yang belum ada dalam bahasa Indonesia baku.

"Kata tersebut akan berfungsi menutup rumpang leksikal (lexical gap), kekosongan makna dalam bahasa Indonesia," tulis laman tersebut. 

Jadi, jika kamu mau mengusulkan istilah sugar daddy untuk diserap dalam bahasa Indonesia dan masuk ke KBBI, sepertinya usulan kamu tidak bisa dikabulkan karena tidak lolos persyaratan. Jadi, untuk sementara pakai saja padanan kata yang sudah ada, yaitu 'gadun' dan 'hidung belang'.

Lalu, jika kamu mencemaskan maraknya penyisipan istilah asing di ragam percakapan atau dalam media sosial akan menggeser nilai bahasa Indonesia itu sendiri, mungkin kamu bisa redam rasa cemas tersebut. Karena fenomena tersebut memang telah ada sejak dulu dan tidak bisa dipaksakan untuk dihilangkan.

"Penggunaan bahasa gaul, bahasa slang, kemudian ditambah dengan kemajuan teknologi itu, semuanya tidak bisa kita bendung. Nanti, waktu yang akan menyeleksi. Akan terlihat nanti bahasa gaul mana yang bertahan. 20 tahun yang lalu, 30 tahun yang lalu juga hilang nanti akan terseleksi dengan sendirinya," ujar kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (BPPB) Dadang Sunendar, beberapa waktu lalu.

Lanjutnya, meskipun fenomena bahasa tersebut tidak bisa dicegah, namun, penggunaannya harus melihat keperluan dan situasi yang tepat dalam menggunakan bahasa tidak baku (slang) atau bahasa formal.

"Kita (BPPB) terus sampaikan setiap waktu di Instagram, di Facebook, di Twitter, di surat, gunakanlah bahasa Indonesia yang baik, benar, bertanggung jawab, dan santun. Masyarakat juga diimbau untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar," tutur Dadang.

Tag: bahasa twitter lite