Saat Semua WFH Anies Pamer Jakarta Tak Macet dan Udara Bersih, Kini Kualitas Udara Terburuk di Dunia Anies Ngumpet, Sindiran Telak Guntur Romli

ERA.id - Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Mohamad Guntur Romli menyindir Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyusul kualitas udara DKI Jakarta yang disebut terburuk di dunia.

Dia pun menyatakan di era pandemi COVID-19 ketika masyarakat tengah bekerja dari rumah, Anies Baswedan pamer Jakarta tidak macet dan kualitas udara pun bersih.

Namun, kini kualitas udara Jakarta jadi yang terburuk di dunia. Tetapi Anies kini tak muncul.

"Era Pandemi, semua WFH, Anies pamer Jakarta tidak macet & udara bersih, sekarang kualitas udara Jakarta terburuk di dunia, Anies ngumpet.." jelas Guntur Romli dikutip dari akun Twitternya pada Rabu (15/6/2022).

Sebelumnya, Lembaga data kualitas udara, IQ Air menempatkan Jakarta pada posisi pertama sebagai kota dengan kualitas udara tidak sehat atau yang terburuk pada Rabu (15/6).

IQ Air mencatat indeks kualitas udara di Ibu Kota mencapai 188 atau masuk kategori tidak sehat pada pukul 11.00 WIB. Adapun kategori kualitas udara tidak sehat berada pada rentang indeks 151 hingga 200 berdasarkan IQ Air.

Sedangkan konsentrasi polutan Partikulat Matter (PM)2,5 tercatat mencapai 25,4 kali di atas standar Badan Kesehatan Dunia (WHO) sehingga membuat kualitas udara di Jakarta tergolong tidak sehat.

Dengan kualitas udara itu, IQ Air hingga pukul 12.00 WIB menempatkan Jakarta di posisi pertama kemudian disusul Dubai di Uni Emirat Arab dengan indeks mencapai 160 dan di posisi ketiga diisi oleh Kota Santiago di Chile mencapai indeks 158.

Kualitas udara tidak sehat di Jakarta bukan yang pertama kali. IQ Air mencatat data kualitas udara Jakarta pada 2017 mengalami peningkatan dengan rata-rata mencapai 29,7 mikrogram per meter kubik.

Kemudian pada 2018 berlipat ganda menjadi rata-rata 45,3 mikrogram per meter kubik dan pada 2019 kembali naik menjadi 49,4 mikrogram per meter kubik.

Kualitas udara di Jakarta rata-rata pada 2020 kemudian menurun menjadi 39,6 mikrogram per meter kubik seiring pembatasan kegiatan masyarakat karena pandemi COVID-19.