Komnas Perempuan Sebut Perlindungan Perempuan di Pesantren Belum Maksimal: Korban Bicara Dianggap Aib

ERA.id - Ketua Subkomisi Partisipasi Masyarakat Komisi Nasional Perempuan Veryanto Sitohang menyebut perlindungan hak perempuan di dalam lingkungan pesantren belum berjalan maksimal.

"Melihat munculnya kasus-kasus serupa di pesantren maka upaya perlindungan terhadap perempuan sepertinya belum berjalan dengan maksimal," kata Veryanto saat dikonfirmasi di Jakarta dikutip dari Antara, Jumat (8/7/2022).

Veryanto meminta Pemerintah harus memberikan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual di dalam pesantren, terutama demi mencegah kriminalisasi terhadap korban yang berupaya mencari keadilan.

Hal itu mengingat, kata dia, kekerasan seksual yang terjadi di institusi pendidikan kerap mengkriminalisasi korban karena anggapan institusi agama adalah institusi yang dianggap suci.

"Ketika korban bicara, dianggap buka aib. Bahkan, mencemarkan nama baik institusi pendidikan berbasis agama, seperti pesantren," ujarnya.

Menurut dia, situasi saat ini perlu diubah dengan penerapan program-program pendidikan untuk cegah kekerasan seksual.

Oleh karena itu, Veryanto mendesak agar kementerian yang membawahi pesantren segera membuat aturan pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual di institusi pendidikan, khususnya yang berbasis agama.

Kasus kekerasan seksual di dalam lingkungan pesantren kembali menjadi perhatian publik setelah polisi menangkap pengurus Pesantren Shiddiqiyah Ploso, Kabupaten Jombang, yang berinisial MSAT (42) atas dugaan perbuatan asusila terhadap lima santriwati.

Kasus kekerasan seksual di pesantren juga terjadi di Depok, Jawa Barat. Kasus tersebut, bahkan mendapat perhatian dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga.

Menteri PPPA berharap aparat penegak hukum, mulai dari kepolisian, kejaksaan, hingga pengadilan, dapat segera memproses kasus tersebut, menetapkan tersangka, serta menjatuhkan hukuman maksimal sesuai dengan peraturan perundang-undangan apabila telah terbukti memenuhi unsur pidana persetubuhan dan pencabulan terhadap anak.

Kasus kekerasan seksual di pesantren juga terjadi di Bandung, Jawa Barat, terhadap 13 santriwati. Terdakwa Herry Wirawan akhirnya divonis hukuman mati oleh Pengadilan Tinggi Bandung.