Polda DIY Tangkap Predator Online di 6 Provinsi, Sasar Anak dengan Modus Grooming
ERA.id - Kepolisian Daerah istimewa Yogyakarta menangkap komplotan pelaku pornografi anak. Delapan tersangka telah ditetapkan dan tujuh calon tersangka tengah diproses.
Hal itu disampaikan Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda DIY Kombes Pol Robertus Gomgom Manorang Pasaribu dalam jumpa pers di Markas Polda DIY, Rabu (13/7). Para pelaku itu ditangkap setelah polisi menciduk satu tersangka awal, FAS (27), di Klaten, Jawa Tengah.
“Polda DIY telah merespons laporan pada 21 Juni bahwa ada penyebaran konten pornografi oleh tersangka FAS,” ujarnya.
Menurutnya, setelah FAS ditangkap, polisi melakukan penyidikan saintifik dan melacak data digital. Hasilnya, ditemukan sejumlah akun media sosial yang menyebarkan konten pornografi anak. “Kami menemukan 10 akun komunikasi di Facebook dan Whatsapp,” kata dia.
Ia menjelaskan, mereka semula memperoleh korban anak-anak di Bantul, DIY. Anak-anak tersebut ditelepon lalu tersangka melakukan grooming atau melakukan pendekatan dengan bujuk rayu.
“Grooming ini supaya korban nyaman. Predator online ini mengaku sebagai teman sebaya yang beri keyakinan dan ujungnya supaya melakukan pelanggar susilaan dan pornografi,” kata dia.
Dari 10 akun tersebut, polisi fokus pada dua grup paling aktif yang kerap mengirim gambar dengan objek pornografi anak-anak. Sejak diusut polisi 24 Juni silam, sejumlah pelaku ditangkap. “Lokasi penangkapan tersebar di 6 provinsi, seperti di Kalteng, Kalsel, Lampung, Jateng, dan Jatim,” tuturnya.
Dalam grup pertama ada lima tersangka. “Ada yang bertugas bagi tautan berisi grup WA dan bisa bertukar data korban anak dan nomor telepon anak sebagai target,” ujarnya.
Selain itu ada yang berperan sebagai admin dan pengunggah video. Di grup WA lain, polisi menetapkan dua tersangka. “Kami akan kembangkan ke delapan grup lain. Diperkirakan ada tujuh calon tersangka dalam proses pengejaran di beberapa wilayah,” ujarnya.
Para tersangka akan dijerat sejumlah pasal mengacu pada UU ITE dan UU Pornografi dengan ancaman penjara maksimal 12 tahun. “Kami juga menjeratnya dengan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang baru disahkan,” katanya.