Curhat Malu-malu Pak SBY

Jakarta, era.id - Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyebut Badan Intelijen Negara (BIN), Polri, dan TNI telah dimanfaatkan sejumlah pihak untuk melakukan kecurangan dalam pilkada.

SBY bilang, sudah banyak oknum-oknum dari tiga lembaga negara itu yang telah memperlihatkan tanda-tanda ketidaknetralan. Jadi, SBY cukup yakin apa yang ia sampaikan bukan hoaks, apalagi khayalan. 

"Yang saya sampaikan ini cerita tentang ketidaknetralan elemen atau oknum dari BIN, Polri, dan TNI. Itu ada nyatanya, ada kejadiannya, bukan hoax, sekali lagi ini oknum, namanya organisasi Badan Intelijen Negara atau BIN, Polri, dan TNI itu baik," kata SBY beberapa waktu lalu.

Presiden keenam Republik Indonesia itu kemudian mengungkit kekalahan sang putra, Agus Harimurti Yudhoyono ketika bertarung dalam Pilkada DKI Jakarta berpasangan dengan Sylviana Murni. Kata SBY, kekalahan pasangan Agus-Sylvi kala itu disebabkan oleh ketidaknetralan aparat.

Pemanggilan Sylvi oleh kepolisian atas dugaan keterlibatannya dalam korupsi bansos misalnya. Atau soal pernyataan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Antasari Azhar yang beberapa jam sebelum pemungutan menyebut SBY terlibat merekayasa kasus hukumnya.

SBY bilang, hal ini sengaja ia sampaikan untuk mendukung tiga lembaga negara itu. Jangan sampai BIN, Polri, dan TNI rusak karena ulah sejumlah oknum yang terlibat dalam pemufakatan jahat. Begitu kira-kira yang disampaikan SBY.

"Mengapa saya sampaikan, agar BIN, Polri, dan TNI netral, karena ada dasarnya, ada kejadiannya. Pilkada Jakarta, baru sekarang ini saya bicara," tutur SBY.

SBY pun menolak jika dikatakan mengada-ada, apalagi dianggap enggak sportif menerima kekalahan Agus-Sylvi pada Pilkada DKI Jakarta lalu. Dia bilang, Partai Demokrat sudah move on.

"Meskipun kami ikhlas menerima kekalahan, ikhlas. AHY dan Demokrat sudah move on, kami sudah menerima kekalahan itu, dan kami tidak pernah patah meskipun kalah, tapi nyata sekali keganjilan-keganjilannya," kata SBY.

Entah apa yang betul-betul sedang dirasakan SBY. Yang jelas, ia cerita banyak. Selain soal Agus, Sylvi, dan Pilkada DKI Jakarta, SBY juga menyinggung sejumlah peristiwa terkait pilkada yang disebut SBY ganjil dan merugikan partainya.

Soal kadernya, Lukas Enembe yang pada September 2017 lalu sempat didatangi Kapolri, Jenderal Pol Tito Karnavian dan Kepala BIN, Budi Gunawan (BG). Kala itu, kabar yang beredar menyebut tujuan Tito dan BG mendatangi Lukas adalah untuk meminta Lukas maju pada Pilkada Papua bersama Irjen Paulus Waterpauw.

Enggak cuma mendesak Lukas untuk mengajak Paulus yang kala itu masih menjabat Kapolda Papua, Tito dan BG kata SBY juga sempat meminta Lukas untuk enggak maju dalam pilkada tersebut bersama Partai Demokrat.

Selain itu, masih banyak persoalan lain yang disebut SBY mengindikasikan ketidaknetralan aparat dalam penyelenggaraan pilkada-pilkada lalu. Soal Syaharie Jaang, cagub yang diusung Partai Demokrat di Pilkada Jawa Timur misalnya. Syaharie, kata SBY telah dikriminalisasi lantaran menolak dipasangkan dengan Kapolda Kalimantan Timur, Irjen Pol Safaruddin.

Gaduh

Pernyataan SBY memang bukan perkara sembarang. Partai-partai politik, terutama yang berseberangan dengan Partai Demokrat pun langsung angkat suara. Ramai-ramai, semua memprotes pernyataan SBY.

Partai PDI Perjuangan (PDIP) misalnya, yang meminta SBY untuk berhenti bersikap drama. Ketua DPP PDIP, Komaruddin Watubun menyebut SBY telah dikuasai oleh pemikiran yang salah. Kebanyakan pemikiran SBY, kata Komaruddin kebanyakan didasari oleh refleksi pemerintahannya sendiri.

"Publik sudah tahu, bahwa Pak SBY lebih dihantui oleh cara berpikirnya sendiri atas dasar apa yang dilakukan selama jadi Presiden”, ujar Komaruddin dalam siaran pers yang diterima oleh era.id, Minggu (24/6/2018).

Sebagai partai pemerintah, PDIP boleh saja tersinggung. Sebab, suka enggak suka, tudingan SBY hampir pasti mengarah pada mereka. Karenanya, Komaruddin menegaskan PDIP akan menjunjung tinggi sikap taat peraturan.

PDIP percaya diri partainya mampu bicara banyak tanpa kecurangan. Lagipula, buat PDIP, bagaimana pun kecurangan dilakukan, rakyat tetap memegang kendali atas diri mereka sendiri. 

"Kami taat pada aturan main, dan kami percaya rakyatlah yang menjadi penentu dalam pilkada, bukan alat negara," ujar Putra Papua tersebut.

Infografis "Curhatan SBY" (Rachmad Bagus/era.id)

Deretan curhat malu-malu SBY

Soal SBY dan curhatan-curhatannya, sejatinya ini bukan hal baru. Sebelum curhatannya kali ini, SBY sempat beberapa kali melontarkan curhatan atau pernyataan yang juga memancing kehebohan. Heboh, karena curhatan SBY selalu terasa disampaikan dengan "malu-malu".

Iya, malu-malu. Ibarat remaja yang jatuh cinta, SBY sangat sering menceritakan kisah cintanya, tanpa pernah betul-betul menyebut siapa orang yang ia cintai. Lihat saja sederet curhatan SBY yang kerap mengaitkan sejumlah pihak tanpa menyebut secara terang siapa pihak yang benar-benar ia maksud.

Soal tulisan yang mengungkap keprihatinannya terhadap keadaan negara Indonesia di bawah kepemimpinan Jokowi misalnya. Saat itu, SBY bilang, terlalu banyak fitnah dan hoaks yang menyebar dalam pemerintahan Jokowi.

"Ya Allah, Tuhan YME. Negara kok jadi begini. Juru fitnah & penyebar "hoax" berkuasa dan merajalela. Kapan rakyat dan yang lemah menang? *SBY*" kicaunya di Twitter, Jumat (20/1).

Selain itu, SBY juga pernah curhat soal dirinya yang dituduh jadi penggerak dan penyandang dana dari aksi massa penuntut Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang saat itu terlibat kasus penodaan agama.

Sebelumnya, SBY pernah bercerita soal rumahnya yang disatroni sejumlah massa. 

"Saudara-saudaraku yang mencintai hukum & keadilan, saat ini rumah saya di Kuningan "digrudug" ratusan orang. Mereka berteriak-teriak. *SBY*," kicaunya, Jumat (2/6).

Di jagat Twitter, tagar #SBYJelaskan juga menyebar luas. Fenomena itu berawal dari paparan Jokowi soal perkembangan kondisi di Papua yang kini sudah lebih baik. Kemudian SBY menanggapinya via Twitter.

Dia merasa Jokowi telah mengkritik dan menyalahkan kebijakan subsidi BBM pada masa pemerintahannya. Ia mengaku bisa menjawab kritik Jokowi itu dengan jelas, namun dia tak memilih untuk menjawab sekarang.

"Tentu saya bisa jelaskan. Tapi tak perlu & tak baik di mata rakyat. Apalagi saat ini kita tengah menghadapi masalah keamanan, politik, & ekonomi. *SBY*," kicaunya.

Memang, selain doyan curhat, SBY juga doyan main media sosial. Hal itulah yang menyebabkan curhatan-curhatan dan pandangan-pandangan SBY begitu gampang menyebar dan ditangkap banyak orang. 

Entahlah. Buat saya, curhat adalah curhat. Hal itu jelas jadi hak SBY. Tapi, ketokohannya dan pelibatan sejumlah pihak dalam curhatan-curhatannya tentu jadi hal yang membuat curhatan-curhatan SBY berdampak begitu luas.

Karenanya, selain memberanikan curhat di media sosial, barangkali SBY harus mulai melatih keberanian untuk mengungkap dengan terang siapa pun nama-nama atau pihak-pihak yang memang ingin ia sebut dalam curhatannya.

Atau, tudingan-tudingan soal pilkada yang tinggal beberapa hari ini, bijaksananya ia sampaikan kepada otoritas berwenang seperti Badan Pengawasl Pemilu (Bawaslu) misalnya.

Seperti yang dikatakan Direktur Informasi BIN, Wawan Purwanto kala kami hubungi. "Jika ada isu ketidaknetralan, bisa disampaikan ke Bawaslu atau Panwaslu, juga ke KPU atau bahkan ke Mahkamah Konstitusi jika ada tuntutan hukum," kata Wawan.

Tag: sby e ktp pilkada 2018 partai demokrat