Tawuran Supporter Bola di Gejayan Yogya, Pakar UGM: Orang Seringkali Tak Sadar Jika Sudah Berkumpul
ERA.id - Kerusuhan pecah di sejumlah kawasan di Jogja, yakni di Tugu dan Gejayan, Senin (25/7/2022) hingga viral di media sosial. Kericuhan terjadi sebelum pertandingan Persis Solo vs Dewa United di Stadion Moch Soebroto, Magelang, saat suporter Persis Solo melewati Jogja menuju Magelang.
Psikolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Koentjoro, menjelaskan musaban tindakan anarkis maupun vandalisme yang dilakukan oleh suporter sepak bola itu.
“Anarkisme yang terjadi pada suporter bola ini karena jiwa massa,” jelasnya Selasa (26/7/2022).
Koentjoro menyampaikan, seseorang atau individu akan bersikap berbeda saat berada di tengah massa atau gerombolan. Berada di tengah massa akan mendorong munculnya perilaku atau tindakan yang tidak akan dilakukan saat individu sedang sendiri.
“Jiwa massa ini timbul ketika berada di antara massa dan memunculkan perilaku aneh yang saat dia sendirian tidak akan berani melakukan hal-hal itu. Apalagi ditambah dengan mengenakan pakaian atau atribut yang kemudian menggambarkan itu adalah satu bagian,” jelasnya.
Saat bersama dengan massa, terlebih ditambah dengan atribut yang menggambarkan seseorang itu menjadi bagian dari kelompok massa akan menjadikan seseorang berani melakukan hal-hal yang tidak biasa dilakukan saat ia sendiri.
Menurutnya, tak hanya pada suporter bola, hal itu juga terjadi pada kerumunan massa lain seperti kampanye maupun demo.
“Misalnya saja di tengah demo atau kampanye ada pemimpin yang meneriakkan kata-kata dan melakukan gerakan tertentu secara tidak sengaja atau tak disadari akan tertular. Orang seringkali kehilangan kesadaran saat sudah berkumpul karena terhipnotis lingkungan,” papar Koentjoro.
Guna mencegah kericuhan massa, Koentjoro menyebut pentingnya upaya pengendalian masa. Pengendalian massa bisa dilakukan dengan memecah massa dalam kelompok-kelompok lebih kecil agar jiwa massa tidak terlalu solid.
“Penting memecah massa agar massa tidak terkonsentrasi menjadi satu,” imbuhnya.
Ia mengatakan aparat keamanan dapat membuat pengaturan waktu kepulangan suporter dalam beberapa kloter. Selain itu, mengatur rute untuk memecah kerumunan.
“Apalagi kalau ada penyusup dengan tujuan tertentu seperti adu domba atau pun buat konten biar viral. Ini kan mengerikan jadi untuk mencegah kericuhan perlu memecah konsetrasi massa baik lewat pengaturan waktu ataupun rute,” pungkasnya.