Kisah Sedih Munir Bersama Motor Bututnya, Sebelum Dibunuh 7 September 17 Tahun Lalu

| 07 Sep 2021 19:30
Kisah Sedih Munir Bersama Motor Bututnya, Sebelum Dibunuh 7 September 17 Tahun Lalu
Munir Said Thalib bersama motor Astrea-nya

ERA.id - Akitivis HAM Munir Said Thalib yang meninggal di atas pesawat, usai meminum minuman yang sudah diberi racun, perlu dikenang kisah heroiknya dan cara-cara licik untuk menyingkirkannya.

Ia meninggal pada 7 September 2004. Walau kasus pembunuhannya masih menyisakan misteri, namun tidak untuk ingatan tentang bagaimana sosok lelaki berkumis nan sederhana itu dibunuh.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Arif Maulana mengatakan, masih ada harapan untuk menuntaskan kasus pembunuhan Munir melalui jalur pidana.

"Kita masih punya waktu, kita masih punya harapan kepada Presiden RI untuk menuntaskan kasus Munir ini melalui jalur pidana," kata Arif dalam konferensi pers bertajuk "17 Tahun Kematian Munir Said Thalib" yang diselenggarakan oleh Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) dan disiarkan secara langsung di kanal YouTube Jakartanicus, Selasa (7/9/2021).

Tersisa durasi selama satu tahun bagi para penegak hukum untuk menuntaskan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib, sebelum kasus tersebut kedaluwarsa sesuai dengan yang telah diatur dalam Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Jika mengacu aturan tersebut, kasus pembunuhan Munir yang telah terjadi 17 tahun lalu, hanya memiliki sisa waktu satu tahun lagi untuk segera dituntaskan.

"Meski harapan kecil, tentu kita tidak boleh menutup itu," ucapnya.

Ia berharap agar pemerintah dapat mendesak Polri dan Kejaksaan Agung untuk mempercepat proses penuntasan kasus pembunuhan Munir dan menuntaskannya.

Tujuannya tak lain untuk mewujudkan keadilan dan komitmen pemerintah terhadap HAM melalui tindakan yang konkrit, terutama untuk keluarga dan kerabat terdekat Munir.

"Pemerintah harus mendukung penuntasan kasus ini dan menunjukkan komitmennya," tuturnya

Penuntasan kasus pembunuhan Munir, Arif melanjutkan, tidak boleh berhenti begitu saja, apalagi sampai memberikan pembebasan dari tuntutan kepada pelaku (impunitas) akibat kasus yang kedaluwarsa.

Arif menekankan bahwa kasus ini harus diselesaikan oleh negara secara independen dan adil.

"Kita berharap, ke depannya, praktik-praktik semacam ini tidak pernah dilakukan kembali," ujar Arif berharap.

Munir dan motor bututnya

Dalam semua kesibukannya membela atau mengadvokasi orang-orang yang tertindas, Munir ke mana-mana menunggangi motor Honda Astrea.

Motornya itu sederhana. Begitu juga helmnya, yakni helm full face merah marun, helm khas Astrea pada masa 1990-an.

Suatu kali Munir pergi ke hotel menunggangi motornya. Bukannya disambut ramah, Munir malah digertak petugas keamanan.

Kok bisa? Alasannya, Munir dianggap nyelonong masuk pelataran hotel berbintang sambil mengendarai sepeda motor.

"Turun! Copot itu helm!" kata mantan Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Ikrar Nusa Bakti.

Ikrar menirukan ucapan Munir waktu ditegur satpam. "Motor dilarang masuk ke sini. Kamu tahu aturan tidak?" begitu hardik si petugas keamanan.

Ditegur begitu, Munir sontak tersinggung. "Kamu tahu tidak, saya ini tamu, menginap di sini. Ini kunci kamarnya," kata Munir.

Kepada Ikrar, Munir mengaku marah saat itu. "Saya naik pitam," ujar Ikrar mengulangi pernyataan Munir.

Sungguh kisah ini unik. Cerita itu memperlihatkan bagaimana orang-orang memang masih sering menilai dari penampilan luar.

Dari kisah ini bisa kita tarik kesimpulan, walau Astrea milik Munir terlihat butut, tapi kendaraan itu diandalkannya, karena ia mau hidup sederhana saja.

Kata teman Munir di Himpunan Mahasiswa Islam, Husein Anis, barulah suami Suciwati itu membeli mobil, sebelum ia meninggal, diracun di pesawat.

"Setahu saya, selama ini Munir selalu naik sepeda motor dari rumahnya di Bekasi atau Jatinegara," ujar Husein.

Cerita soal Munir dan sepeda motor Honda Astrea-nya ini dituturkan Ikrar dan Husein, dalam film dokumenter tentang Munir berjudul Kiri Hijau Kanan Merah. Diproduksi Watchdoc dan KASUM, film menarik ini disutradarai Dandhy Dwi Laksono.

Untuk diketahui, Munir tewas diracun ketika menumpang pesawat Garuda Indonesia pada 7 September 2004.

Kala itu, usia Munir 38 tahun dan menjabat sebagai Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia, Imparsial.

Rekomendasi