Mengenal Sosok AR Fachruddin, Kiai Muhammadiyah yang Perokok Berat

| 07 Apr 2022 07:34
Mengenal Sosok AR Fachruddin, Kiai Muhammadiyah yang Perokok Berat
Kiai AR Fachruddin bersama anak muda di Yogyakarta (Foto: Abdul Muhaimin)

ERA.id - Merokok mungkin jadi aktivitas tabu bagi masyarakat Muhammadiyah, baik kultural maupun struktural. Terlebih sejak Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah menetapkan hukum merokok adalah haram. Namun, tidak dengan mantan ketua Muhammadiyah, Kiai AR Fachruddin. Ia mungkin satu-satunya kiai Muhammadiyah yang punya kebiasaan merokok.

AR Fachruddin atau Abdul Rozak Fachruddin lahir di Pakualaman, Yogyakarta, pada 14 Februari 1916. Ayahnya bernama K.H. Fachruddin (seorang penghulu di Pakualaman), sedang ibunya Maimunah binti K.H. Idris Pakualaman.

Pada 1923, AR bersekolah formal di Standaard School (sekolah dasar) Muhammadiyah Bausasran. Karena bisnis ibunya bangkrut dan ayahnya tak lagi menjabat pengulu Pakualaman, AR pindah dari Pakualaman ke Kotagede dan meneruskan sekolah dasarnya di SD Muhammadiyah Prenggan, Kotagede. 

Setamat SD Muhammadiyah pada 1928, kemudian ia masuk ke Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta. Di sana ia hanya dua tahun, sebab ayahnya meminta ia untuk pulang ke Bleberen dan belajar agama kepada beberapa kiai. 

Tak berselang lama, ayahnya meninggal pada 1930 dengan usia 72 tahun. Setelah itu, AR melanjutkan sekolah di Madrasah Darul Ulum Muham­madiyah Wanapeti, Sewugalur. Kemudian, ia lanjut lagi ke Madrasah Tablighschool (Madrasah Muballighin) Muhammadiyah kelas tiga pada 1935.

Commons Wikimedia

Akan tetapi, pada tahun yang sama, AR dikirim ke Talangbalai (sekarang Ogan Komering Ilir), Sumatra Selatan. Ia ditugaskan untuk mengembangkan gerakan dakwah Muhammadiyah. Di sana, ia mendirikan Sekolah Wustha Muallimin Muhammadiyah (setingkat SMP). 

Pada 1941, ia pindah ke Sungai Batang, Sungai Gerong, Palembang sebagai pengajar Hollandcse Inlanders School (HIS) Muhammadiyah (setingkat SD).

Dalam program "Melawan Lupa" Metro TV, anak kedua dari AR Fachruddin, Sukriyanto AR mengatakan bahwa ayahnya kalau terima gaji dari mengajar akan dihabiskan untuk beli buku.

Kecintaan Pak AR terhadap Muhammadiyah memang tidak diragukan, sebab sebagian besar hidupnya hanya untuk organisasi berlambang matahari tersebut. 

AR mengabdi di Muhammadiyah dari bawah. Sepuluh lebih tahun menjadi guru sekolah muhammadiyah, menjadi Ketua Pemuda Muhammadiyah, ketua ranting, ketua cabang, ketua wilayah, hingga menjadi Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah.

Selain mengabdi pada Muhammadiyah, ia juga abdi negara. Ia tercatat sebagai pegawai di Departemen Agama, terakhir di Kanwil Depag Jawa Tengah Bidang Penerangan Islam. 

Dalam 1 Abad Muhammadiyah: Gagasan Pembaruan Sosial Keagamaan tertulis bahwa dalam Muktamar ke-38 pada 1968 di Yogyakarta diputuskan Fakih Usman menjadi Ketua PP Muhammadiyah, meskipun yang mendapatkan suara terbanyak ialah AR Fachruddin. 

Masa kepemimpinan Fakih Usman hanya sepekan karena ia meninggal dunia. Sehingga, Buya Hamka memberi usul agar yang menggantikan Fakih Usman adalah AR Fachruddin. 

AR tercatat sebagai pemimpin PP Muhammadiyah terlama dalam sejarah, dari tahun 1968 sampai 1990.

Kiai AR Fachruddin berbincang bersama Presiden Soeharto (Foto: Majelis Tabligh Muhammadiyah)

Istimewa di Mata Soeharto

Pada Jumat 17 Maret 1995, Muhammadiyah berduka. Tokoh yang dikenal dengan kesederhaannya meninggal dunia. 

Pak AR meninggal di Rumah Sakit Islam Jakarta. Di rumah sakit, ia dirawat secara intensif selama tiga pekan karena mengalami komplikasi penyakit vertigo, pembengkakan jaringan, dan leukemia. 

Banyak pejabat tinggi ketika itu datang melayat ke rumah sakit, seperti Menteri Agama Tarmizi Taher, Ketua Umum DPP PPP Ismail Hasan Metareum, Ketua Umum MUI K.H. Hasan Basri, bahkan seorang Presiden Soeharto pun datang. 

Jenazah Pak AR dibawa dan disalatkan di Masjid Istiqlal. Di masjid terbesar di Asia Tenggara itu ribuan umat Islam menanti untuk menyalatkan jenazahnya. 

Di mata Soeharto, Pak AR sangat istimewa. Soeharto memesan khusus pesawat Hercules agar membawa jenazah Pak AR kembali ke kampung halamannya, Yogyakarta. Tidak saja di Masjid Istiqlal orang bejibun menunggu kedatangan Pak AR, di Masjid Besar Kauman Keraton Yogyakrta pun ribuan manusia telah berkumpul. 

Dalam sabutan mewakili keluarga dan Muhammadiyah, Amies Rais mengatakan bahwa PAK AR meninggalkan tiga warisan, yaitu kesederhanaan, kejujuran, dan keikhlasan. 

'Bayi Enggak Merokok Juga Kena Batuk'

Walau AR adalah Ketua Umum PP Muhammadiyah dan banyak kenalan orang hebat di negeri ini, tetapi ia mampu menahan diri untuk hidup sederhana. 

Setiap diundang ceramah, ia tak mengambil pemberian uang dari panitia. Bila diambil uang itu, ia akan kasih kepada karyawan di Sekretariat PP Muhammadiyah. 

Ia berdakwah hanya menggunakan sepeda dan motor. Ada pengikut Muhammadiyah yang akan memberi ia mobil, tetapi ia tidak mengambil. Dan sampai akhir hayatnya, ia tidak memiliki rumah sendiri. Ia pun menjual bensin eceran di depan rumahnya. 

Yang menarik adalah kebiasaannya soal merokok. Sebab jika jemaah Nahdlatul Ulama (NU) familier dengan asap rokok, lain hal dengan Muhammadiyah. Organisasi yang didirikan KH Ahmad Dahlan itu merokok 'difatwakan' haram. 

Akan tetapi, AR Fachruddin mungkin satu-satunya kiai Muhammadiyah yang punya kebiasaan merokok.

Ada satu cerita yang beredar. Saat merokok, AR ditegur oleh putranya agar menghentikan kebiasaan merokoknya. Sebab, putranya kerap batuk-batuk kalau menghirup asap rokok.

"Bayi itu enggak pernah merokok juga kena batuk," AR menjawab teguran putranya. 

Entah seberapa akurat cerita itu. Namun, kebiasaan merokoknya benar adanya.

Rekomendasi