ERA.id - Kata 'maneh' dalam Bahasa Sunda atau berarti 'Kamu' serta 'Anda' dalam Bahasa Indonesia, baru-baru ini menjadi perbincangan hangat terutama di media sosial.
Viralnya kata 'maneh' dikarenakan seorang guru tidak tetap, Muhammad Sabil (34), melontarkan kata tersebut dalam kolom komentar unggahan instagram Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil pada Selasa (16/3/2023).
Komentar Sabil 'Maneh teh keur (anda itu sedang) jadi sebagai gubernur, kader partai, atau pribadi Ridwan Kamil?' pun juga tanggapi dengan kata yang sama oleh Ridwan Kamil, 'Menurut maneh kumaha (kamu bagaimana)'.
Merespons penggunaan kata 'maneh' yang digunakan oleh keduanya, Dosen Program Studi Sastra Sunda Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran (Unpad), Gugun Gunardi memaparkan, kata 'maneh' di dalam Bahasa Sunda memang kasar.
Sementara yang padanan kata 'maneh' yang halus yakni anjeun, salira, dan pangersa. "Kata 'maneh' itu kata kasar, jadi yang lemes 'anjeun, salira, pangersa'. Nah 'pangersa' paling halus," papar Gugun melalui sambungan telepon, Kamis (16/3/2023).
Kendati begitu, untuk menegur seseorang dengan Bahasa Sunda sebaiknya menggunakan kalimat halus. Sehingga akan membuat membuat lawan penutur dapat menerima kritik yang disampaikan.
"Kalau dengan kata-kata kasar, orang itu akan langsung tersinggung. Tapi kalau menggunakan kata halus, orang itu akan berpikir dan memperbaiki sesuatu yang dia katakan," ungkapnya.
Ia menjelaskan, dalam Bahasa Sunda pun terdapat tindak tutur atau undak usuk. Oleh karena itu, baik buruk seseorang bertutur maupun penyampaian dalam forum bisa dilihat dari penggunaan bahasanya.
"Dalam Bahasa Sunda ada yang disebut tindak tutur atau undak usuk, bahasa halus, kasar, halus untuk diri sendiri, dan halus untuk orang lain. Jangan dikira bahwa tingkat tutur tidak ada di dalam Bahasa Indonesia. Dalam Bahasa Inggris juga ada," jelasnya.
Pasalnya, penggunaan Bahasa Sunda yang halus itu bukan hanya untuk kebangsawanan melainkan untuk sopan santun saat berbicara dengan orang lain. "Dalam media sosial juga sebaiknya menggunakan kosakata. Jadi pilihlah kosakata yang baik, yang tidak akan menyinggung orang lain ketika kita bertutur," ucapnya.
Sebab, ia melihat pengguna media sosial kerap kali tidak mempertimbangkan tingkat tutur berbahasa. Alhasil, terjadi kesalahpahaman antar penutur dengan lawan penutur. "Jadi sebaiknya mari kita benahi lagi pola tutur apalagi dalam bahasa daerah ada tingkat tuturnya agar masing-masing orang itu tahu bagaimana menghormati orang lain," tuturnya.