ERA.id - Sejumlah warga komplek perluasan Arcamanik, Kota Bandung mendemo penggunaan Gedung Serba Guna (GSG) Arcamanik, Jalan Sky Air pada Rabu (5/6/2025).
Aksi itu dikarenakan sebab warga tidak bisa lagi menggunakan gedung untuk berbagai aktivitas seusai ada jemaat dari Gereja Santo Yohanes Rasul.
Ketua Forum RW Kelurahan Sukamiskin, Mukh Jazuli menuturkan, gedung itu awalnya diperuntukkan bagi warga, bukan khusus untuk ibadah jemaat.
Walaupun jemaat kristen itu memang kerap beribadah, tetapi hanya satu bulan sekali, bukan setiap pekan. Sehingga, dulu siapa pun boleh menggunakan GSG.
"Sekarang ada larangan dari mereka untuk warga beraktivitas. Warga merasa ini hak karena dari awal juga memang ini jadi fasilitas umum," kata Jazuli dikutip Kamis (6/3/2025).
Ia menyebut sejak belasan tahun silam, warga begitu toleransi karena bisa melakukan aktivitas. Kemudian, tak ada larangan beribadah jika sudah sesuai dengan aturan dan ada izin dari aparat kewilayahan.
Namun, beberapa waktu tahun lalu, pihaknya tidak bisa lagi menggunakan gedung itu karena ada larangan dari jemaat tersebut.
"Dulu di sini ada badminton, taekwondo. Jadi TPS pemilihan 2019 juga ada di sini, tapi sekarang udah ga bisa dipakai umum," ujarnya.
Lebih lanjut, ia menambahkan, pembangunan GSG ini merupakan fasilitas umum, sehingga wajar ketika warga di Komplek Arcamanik ikut menggunakan. Ia menilai klaim jemaah sudah memiliki sertifikat tanah dan bangunan tidak tepat.
Pasalnya, tanah ini sudah seharusnya dimiliki pemerintah daerah sebagai penyerahan fasilitas umum dari organisasi pihak pengembang.
"Dengan punya sertifikat yang dipegang oleh mereka, mereka merasa mempunyai kedudukan yang lebih kuat. Karenanya lebih intensif melakukan kegiatan, dan kemudian melarang kegiatan-kegiatan warga yang lainnya di sini," ucapnya.
Sementara itu, Perwakilan Perizinan Gereja Santo Yohanes Rasul, Yoseph Kebe mengatakan, aksi yang dilakukan warga tersebut sebenarnya kurang tepat sebab pada awal pendirian GSG ini, memang agar bisa dipakai umat Katolik beribadah.
"Waktu dibangun enggak dapat izin gereja, lalu pihak keuskupan menempuh cara untuk membangun dalam bentuk IMB (izin mendirikn bangunan)-nya GSG memang. Tapi fungsinya tetap bisa oleh umat Katolik dan juga oleh warga. Selama ini warga boleh," kata Yoseph.
Ia memastikan, sertifikat dan gedung itu sudah dimiliki oleh gereja katolik sejak 1980-an walau bangunannya berupa GSG. Namun, terdapat kesalahpahaman dari warga baru terhadap bangunan ini yang dipakai untuk beribadah.
"Jadi ini ceritanya panjang. Ada sekelompok warga yang memang menolak terhadap alih fungsi. Padahal ini bukan alih fungsi," ujarnya.