ERA.id - Politisi PDI Perjuangan sekaligus Anggota DPRD Jawa Barat, Doni Maradona Hutabarat mengingatkan Gubernur Dedi Mulyadi untuk mengeluarkan suatu kebijakan mesti berdasarkan kajian.
Kalau begitu, akan diketahui seperti apa dampak sosial dan ekonomi dari ide yang tercetus sebelum jadi kebijakan, bagaimana memitigasi dampak tersebut, dan bagaimana cara pengelolaan atau operasionalnya.
Salah satu yang menjadi sorotannya, yakni reboisasi lahan-lahan kritis di Jawa Barat dan rencana menanam lahan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) di Jawa Barat yang saat ini ditanami sayuran, dikembalikan jadi tanaman teh.
"Nah saya berharap pemerintah mengeluarkan kebijakan jangan idenya sebatas dia (Dedi Mulyadi) doang habis itu dia sampaikan ke masyarakat. Bukan mempersulit, tapi satu kebijakan yang dikeluarkan pemerintah jika gagal misalnya, yang dirugikan sekian banyak orang," kata Doni di Bandung, Minggu kemarin.
Anggota Komisi IV DPRD Jabar ini mengatakan kajian tersebut diperlukan karena berbagai kebijakan mau tidak mau akan terpengaruh oleh ketersediaan anggaran, yang ujungnya akan berdampak pada kekuatan fiskal daerah.
Doni menceritakan selama memimpin Jabar, Dedi Mulyadi beberapa kali membuat kebijakan yang tidak ada pos penganggarannya dalam APBD Jabar.
"Padahal Pemprov kan harusnya menjalankan penggunaan anggarannya sesuai APBD yang sudah ditetapkan. Artinya sudah diputuskan dan disepakati antara Pemprov dan DPRD Jabar, tapi faktanya ada beberapa yang tidak demikian," ujarnya.
Salah satunya, Doni menceritakan soal kebijakan penutupan tambang di Kabupaten Bogor yang diikuti oleh kebijakan lainnya berupa kompensasi pada korban terdampak yakni sejumlah Rp9 juta untuk tiga bulan (November 2025-Januari 2026).
Dengan warga terdampak sejumlah 9.300 orang yang telah didata oleh dinas terkait, lanjut Doni, total kompensasi yang harus dibayarkan oleh Pemprov Jabar adalah hampir Rp90 miliar (Rp83,7 miliar), ternyata tidak ada mata anggarannya di APBD.
"Kemudian jawaban gubernur (saat ditanyakan di rapat paripurna), mereka menggunakan Biaya Tidak Terduga (BTT) dan hanya tinggal minta persetujuan Kementerian Dalam Negeri," ucapnya.
Salah satu yang jadi soal, kata Doni, ketika menggunakan skema pembiayaan dari BTT, haruslah disesuaikan dengan tahun kejadiannya, sehingga kompensasi Rp90 miliar haruslah diselesaikan di tahun 2025 ini. Dan saat ini dari data yang dimilikinya, Doni mengatakan untuk satu bulan kompensasi baru sekitar 40 persen yang dibayarkan.
"Kalau misalnya diselesaikan tahun depan, ya itu tidak masuk biaya tidak terduga, karena peristiwanya sudah tahun sebelumnya," katanya.
Karenanya, Doni mengingatkan agar kebijakan reboisasi dan replanting dengan kebun teh ini jangan seperti tambang tersebut.
"Ini kemungkinan berakhir seperti tambang di Bogor. Kemudian seperti penertiban Hibisc itu. Saya tidak mau mempersulit. Tapi maksud saya apapun yang mau jadi kebijakan gubernur sampaikan ke kita di DPRD. Kalau seperti ini, dewan tidak tahu dan di APBD juga ketika dilihat tidak ada," tuturnya.