Tim Editor
ERA.id - Pemeriksaan kanker serviks sejak dini masih saja menemui hambatan. Menurut dokter spesialis obstetri dan ginekologi sub-spesialis onkologi dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, dr. Kartiwa Hadi Nuryanto, Sp.OG(K)Onk rasa takut dan malu menghalangi perempuan menjalani pemeriksaan genitalia.
Dokter lulusan Universitas Indonesia ini mengatakan, prosedur untuk mendeteksi kanker serviks memang dapat menimbulkan rasa tidak nyaman bagi perempuan, karena mencakup pemeriksaan genitalia oleh bidan atau dokter.
"Rasa takut kalau hasilnya akan jelek, rasa malu, ini tampaknya memang menjadi kendala tersendiri untuk bisa deteksi dini kanker serviks," kata Kartiwa dalam diskusi mengenai kanker serviks seperti dikutip Antara.
Kartiwa mengemukakan perlunya pemerintah memberikan edukasi lebih atau pelatihan kepada bidan-bidan agar para perempuan bisa lebih nyaman menjalani pemeriksaan untuk mendeteksi dini kanker serviks atau kanker leher rahim.
"Pemerintah sudah menyediakan fasilitas kesehatan, baik pelayanan primer maupun swasta, untuk menegakkan kemungkinan adanya keganasan," katanya.
"Jadi, puskesmas ini sudah bisa (melakukan pemeriksaan), jadi enggak ada alasan. Ini dicakup oleh BPJS, jadi harusnya tidak ada alasan lagi untuk tidak Pap Smear dan IVA," kata Kartiwa merujuk pada prosedur pemeriksaan kanker leher rahim.
Perempuan yang sudah menikah menjalani pemeriksaan Pap Smear atau inspeksi visual asam asetat (IVA) dua tahun sekali.
Menurut dia, pemeriksaan Pap Smear atau IVA sebaiknya dilakukan minimal tiga hari setelah bersih dari darah haid dan keputihan.
Perempuan yang hendak menjalani prosedur pemeriksaan ini juga dianjurkan tidak melakukan hubungan seksual tiga hari sebelum diperiksa guna menghindari munculnya gangguan dalam mendeteksi kanker serviks.
Di samping menyediakan layanan deteksi dini, pemerintah telah menjalankan program pemberian vaksin human papillomavirus atau HPV dalam upaya menekan risiko infeksi virus penyebab utama kanker serviks.
