ERA.id - Arab Saudi membuka rencana untuk mengizinkan penjualan alkohol kepada diplomat non-Muslim untuk pertama kalinya. Perizinan itu dikeluarkan untuk pertama kali sejak lebih dari 70 tahun dilarang.
Seorang sumber mengatakan penjualan alkohol itu dilakukan di sebuah toko di Kawasan Diplomatik Riyadh, sebuah lingkungan dan tempat tinggal asing di sebelah barat pusat kota. Sumber itu mengatakan akses ke toko penjual alkohol itu juga akan dibatasi dan memakai aplikasi pemesan.
"Akses ke toko akan dibatasi bagi orang-orang yang mendaftar pada aplikasi yang dikenal sebagai Aplikasi Diplo, dan kuota bulanan akan diberlakukan," kata dokumen itu, dikutip AFP, Jumat (26/1/2024).
Selain itu, para calon pembeli juga tidak diizinkan mengeluarkan ponsel ketika berada di dalam toko. Para pelayan akan meminta mereka untuk menyimpan ponsel ke dalam kantong maupun tas.
"Tidak ada orang di bawah usia 21 tahun yang diizinkan masuk ke dalam toko dan diperlukan pakaian yang pantas.Mereka yang mendaftar dengan aplikasi tersebut tidak dapat mengirim kerabat, pengemudi, asisten atau rekan kerja untuk menggantikan mereka," kata dokumen tersebut.
Nantinya di bawah sistem kuota, bagi mereka yang diberi izin untuk mengakses toko akan diizinkan membeli 240 point alkohol per bulan. Satu liter minuman beralkohol bernilai enam poin, satu liter anggur bernilai tiga poin, dan satu liter bir bernilai satu poin.
Larangan telah menjadi hukum negara di Arab Saudi sejak tahun 1952, tak lama setelah salah satu putra Raja Abdulaziz mabuk dan, dalam kemarahannya, menembak mati seorang diplomat Inggris.
Desas-desus telah beredar selama bertahun-tahun bahwa alkohol akan tersedia di kerajaan Teluk di tengah gelombang reformasi sosial yang diperkenalkan sebagai bagian dari agenda Visi 2030 Putra Mahkota Mohammed bin Salman, di antaranya adalah pengenalan bioskop dan festival musik campuran gender.
Sebuah pernyataan pemerintah Arab Saudi mengatakan bahwa pihak berwenang memperkenalkan peraturan baru untuk melawan perdagangan ilegal produk beralkohol yang diterima oleh misi diplomatik.
"Proses baru ini akan fokus pada pengalokasian barang-barang beralkohol dalam jumlah tertentu ketika memasuki Kerajaan untuk mengakhiri proses tidak diatur sebelumnya yang menyebabkan pertukaran barang-barang tersebut tidak terkendali di Kerajaan," bunyi pernyataan itu.
Kebijakan tersebut “akan terus memberikan dan memastikan bahwa semua diplomat di kedutaan non-Muslim memiliki akses terhadap produk-produk ini dalam kuota tertentu”, katanya.
Pernyataan pemerintah Saudi menunjukkan bahwa tidak banyak perubahan yang akan terjadi pada sebagian besar penduduk Arab Saudi yang berjumlah 32 juta jiwa, yang tidak punya banyak cara untuk mendapatkan minuman kecuali mereka bersedia bepergian ke luar negeri.
Selain menghadiri resepsi di Diplomatic Quarter, mereka juga dapat membuat anggur buatan sendiri atau mengunjungi pasar gelap, di mana sebotol wiski bisa berharga ratusan dolar menjelang liburan seperti Malam Tahun Baru.
Tahun lalu, Arab Saudi diberikan hak menjadi tuan rumah Expo 2030 dan Piala Dunia 2034, yang semakin memicu spekulasi bahwa larangan alkohol mungkin akan dicabut, atau setidaknya dilemahkan.
Namun mengacu pada larangan alkohol dalam Islam, masalah ini masih sangat sensitif di negara yang merupakan rumah bagi tempat suci agama di kota Mekah dan Madinah.
Berdasarkan hukum Saudi, hukuman atas konsumsi atau kepemilikan alkohol dapat berupa denda, hukuman penjara, cambuk di depan umum, dan deportasi bagi orang asing yang tidak berwenang.
Sementara itu, para pejabat Saudi hingga Rabu menolak saran mengenai perubahan kebijakan besar apa pun.
“Jawaban singkatnya adalah, kami akan melanjutkan undang-undang kami saat ini,” kata Wakil Menteri Pariwisata Putri Haifa Al Saud ketika ditanya langsung tentang masalah ini di Forum Ekonomi Dunia di Davos pada tahun 2022.