Tiru Cara China, Malaysia Bakal Gunakan Orangutan sebagai Diplomasi Minyak Sawit

| 08 May 2024 21:15
Tiru Cara China, Malaysia Bakal Gunakan Orangutan sebagai Diplomasi Minyak Sawit
Malaysia gunakan diplomasi orangutan (instagram/wwf_id)

ERA.id - Pemerintah Malaysia berniat untuk memberikan hadiah orangutan kepada negara-negara pembeli minyak sawit. Tindakan ini berkaca pada pemerintah China yang memiliki 'diplomasi panda'.

Menteri komoditas Malaysia Johar Abdul Ghani mengatakan strategi 'diplomasi orangutan' akan memberikan kera besar yang terancam punah kepada negara-negara perdagangan minyak sawit, terutama wilayah pengimpor utama seperti Uni Eropa dan India.

Menurut World Wide Fund for Nature (WWF), orangutan terancam punah dengan hilangnya habitat mereka akibat penebangan hutan, perluasan pertanian, khususnya perkebunan kelapa sawit dan pembangunan infrastruktur.

“Dengan memperkenalkan ‘diplomasi orangutan’, ini akan menunjukkan kepada dunia, bahwa Malaysia selalu berkomitmen terhadap konservasi keanekaragaman hayati,” ujarnya dalam postingan di platform media sosial X.

Diketahui populasi orangutan yang tersisa kurang dari 105.000 di Pulau Kalimantan. Spesies ini dibedakan dari bulunya yang berwarna merah dan mendapatkan namanya dari ungkapan Melayu "manusia hutan".

Ghani pun mendesak perusahaan kelapa sawit untuk berkolaborasi dengan organisasi non-pemerintah untuk membantu melestarikan dan memberikan keahlian teknis mengenai satwa liar di Malaysia.

Beijing telah lama menggunakan diplomasi panda sebagai bentuk soft power.

Pemerintah hanya meminjamkan panda ke kebun binatang di luar negeri, yang biasanya harus mengembalikan keturunan panda dalam waktu beberapa tahun setelah kelahirannya agar dapat mengikuti program pembiakan di negara tersebut.

Minyak kelapa sawit dipersalahkan oleh para pemerhati lingkungan karena memicu kerusakan hutan hujan di Malaysia dan Indonesia, yang keduanya menghasilkan sebagian besar produksi global.

Minyak nabati digunakan dalam makanan seperti kue, coklat dan margarin, serta kosmetik, sabun dan sampo.

Uni Eropa tahun lalu menyetujui larangan impor komoditas yang terkait dengan deforestasi, yang dapat merugikan minyak sawit.

Malaysia, produsen minyak sawit terbesar kedua di dunia setelah Indonesia, mengatakan undang-undang tersebut diskriminatif dan bertujuan melindungi pasar biji minyak UE.

Rekomendasi