Ratusan Mahasiswa Amerika di Afghanistan Memohon Evakuasi: Kami Hidup dalam Mimpi Buruk dan Tidak Ada Masa Depan

| 02 Sep 2021 14:38
Ratusan Mahasiswa Amerika di Afghanistan Memohon Evakuasi: Kami Hidup dalam Mimpi Buruk dan Tidak Ada Masa Depan
Mahasiswa Amerika di Afghanistan (Wikipedia/Ahmad Haidari)

ERA.id - Ratusan mahasiswa dari American University of Afghanistan memohon untuk segera dievakuasi dan diterbangkan dari Afghanistan. Mereka terjebak dalam mimpi buruk dan tidak ada harapan untuk masa depan.

Melansir dari Fox News, ratusan mahasiswa itu berhasil ditemukan di sebuah rumah persembunyian yang dirahasiakan. Mereka mengaku menerima email dari universitas yang menyebut akan dievakuasi dari Afghanistan.

Sayangnya ketika sampai di bandara, mereka diberi tahu tentang adanya pembatalan misi evakuasi. Gerbang bandara bahkan ditutup rapat dan tidak ada penerbangan penyelamatan untuk mereka.

"Pagi itu kami menerima email mobilisasi terkait proses keimigrasian kami. Ketika kami sampai di sekitar bandara, kami diberitahu tentang pembatalan operasi. Gerbang bandara ditutup. Tidak ada penerbangan penyelamatan untuk kami," kata wanita bernama Amin, dikutip Fox News, Kamis (2/9/2021).

Para siswa kemudian menerima email dari komando tinggi di Bandara Internasional Hamid Karzai, yang mengatakan "Saya menyesal memberi tahu Anda bahwa komando tinggi di HKIA di bandara telah mengumumkan tidak akan ada lagi penerbangan penyelamatan,"

Isi email itu juga meminta para siswa dan keluarganya untuk kembali pulang dan menelan kekecewaan. Ratusan mahasiswa itu sempat berpikir bisa memiliki masa depan dan melanjutkan studi mereka ketika berhasil keluar dari Afghanistan.

"Ini benar-benar kekecewaan. Kami benar-benar berpikir bahwa kami akan memiliki masa depan dan menyelesaikan studi kami. Itu benar-benar membunuh kami di dalam," ujar Amin.

American University of Afghanistan dibuka pada tahun 2006 dengan hibah dari Badan Pembangunan Internasional AS, yang dipelopori oleh ibu negara saat itu, Laura Bush. Hingga Januari 2020, kampus tersebut mendaftarkan 850 siswa, 42 persen di antaranya adalah perempuan.

Pada tahun 2016 Taliban menyerang kampus tersebut dan menewaskan 15 orang, termasuk tujuh orang mahasiswa. Kini kejadian itu dikhawatirkan akan kembali terulang. Para mahasiswa takut akan keselamatan mereka.

"Saya seorang mahasiswa AS dan semua orang di masyarakat kita tahu. Seperti setiap siswa lainnya, saya meras takut dan hancur," ucap Amin.

Ian Bickford, rektor universitas, mengatakan pada CNN bahwa informasi para mahasiswa tidak dibagikan kepada anggota Taliban.

"Bus kami bahkan tidak pernah mendekati pos pemeriksaan Taliban. Jadi tidak ada alasan untuk percaya bahwa daftar nama, nomor paspor, nomor atau informasi identitas lainnya diberikan kepada Taliban," tegas Bickford.

Untuk saat ini, para siswa dan keluarga mereka berada di lokasi yang dirahasiakan di Afghanistan, sambil menunggu berita tentang rencana baru untuk keluar dari negara itu.

Lalu, kata Bickford, dia berharap kisah dan perjuangan para mahasiswa ini bisa sampai ke telinga Departemen Luar Negeri sekaligus Kongres, sehingga mereka akan tahu urgensi untuk cepat bergerak dan mengevakuasi mereka sesegera mungkin.

Lebih lanjut mahasiswa yang diwakili oleh Amin mengatakan harapan hidup di Afghanistan sangat sulit, terutama ketika berada di bawah kekuasaan Taliban.

"Kami hidup dalam mimpi buruk sekarang di mana tidak ada harapan untuk masa depan. Kami telah menghancurkan segalanya, setiap dokumen yang kami dapatkan dari universitas. Sangat sulit untuk menghancurkan pencapaian Anda. Kami tidak memiliki apa-apa," tutupnya.

Pasukan Amerika Serikat resmi angkat kaki dari Afghanistan pada 30 Agustus 2021. Pesawat terakhir yang lepas landas dari Bandara Internasional Hamid Karzai menandai akhir dari perang terpanjang Amerika Serikat.

Rekomendasi