Kami Menelepon Layanan Berhenti Merokok dan Ini yang Kami Temukan!

| 05 Dec 2022 21:35
Kami Menelepon Layanan Berhenti Merokok dan Ini yang Kami Temukan!
Ilustrasi. (ERA/Nisa Rahma Tanjung)

ERA.id - Ada kelakar di kalangan perokok bahwa mimpi setiap perokok adalah berhenti merokok. Namun, yah namanya juga mimpi, kebanyakan mereka berhenti merokok hanya pas tidur, begitu bangun sudah jepit rokok lagi gara-gara mulut terasa asem dan beribu alasan lain. Tak terkecuali kami.

Rokok bagi para pecandu adalah kebutuhan, terkadang melebihi makan. Bahkan, sebagian perokok muslim menjadikannya alat berbuka puasa pas Ramadan. Harus diakui, rokok sudah jadi teman hidup banyak orang. Sekali terjerumus, sulit rasanya untuk lepas begitu saja.

Bermodalkan rasa penasaran dan keyakinan setengah hati untuk berhenti, kami menghubungi nomor layanan quitline berhenti merokok di bungkus filter yang isinya tinggal setengah: 0-800-177-6565. Nomor yang bertahun-tahun kami kira cuman mejeng di sana ternyata aktif.

“Selamat Pagi Bapak, selamat datang di layanan berhenti merokok. Sebelumnya, saya berbicara dengan Bapak siapa?” sapa mbak-mbak operator di seberang sana dengan halus. Kami yang awalnya ketar-ketir kehabisan pulsa seketika lega mendengar mbak-mbak tadi bilang panggilan ini sepenuhnya gratis. “Kan layanan pemerintah Pak,” ujarnya.

Kalau bisa dikasih rating, kami akan beri bintang lima untuk respons dari operator. Kami sebagai perokok aktif tidak merasa diintimidasi, dan lebih penting lagi, tak merasa dihakimi. Mbak-mbaknya juga sabar betul meladeni pertanyaan kami yang macam-macam dan rasanya kelewat sayang jika tak diabadikan lewat tulisan. 

Jadi, berikut ini pengalaman kami menelepon layanan quitline bersama mbak operator yang ramah kurang lebih sepanjang setengah jam. 

Tiga metode berhenti merokok tanpa obat dan terapi

Setelah basa-basi perkenalan, mbak operator mengajukan dua pilihan kepada penelepon: mau tanya-tanya dulu atau mau langsung ikut program berhenti merokok. “Tapi di sini programnya bukan dengan obat atau terapi ya Pak,” ia menjelaskan. Kami pilih nomor dua, langsung ikut.

Katanya, perlu waktu sekitar 15-20 menit untuk konseling. Jadi, buat para ahli "hisab" yang sudah mengumpulkan tekad untuk berhenti merokok dan berniat menghubungi nomor di bungkus rokok masing-masing, lebih baik menelepon pas jam istirahat.

Mbak operator lalu menanyakan identitas dan pengalaman merokok kami. Sudah merokok sejak kapan? Berapa batang sehari? Rokok apa biasanya? Bangun tidur langsung merokok atau tidak? Pernah mencoba berhenti merokok sebelumnya? Ada efek samping saat berhenti? Di rumah ada yang merokok lagi? Apa motivasi untuk berhenti?

Selama sesi ini, ceritakan saja sejujur mungkin, toh kita tidak akan mendengar suara-suara sumbang menyalahkan perokok, misalnya, “Masih kecil kok udah merokok? Nggak takut mati ya? Kamu nggak kasihan sama orang-orang sekitarmu? Dasar egois!”.

Malahan kita bisa sekalian curhat, cerita ngalor-ngidul bagaimana suka-duka jadi perokok, siapa yang memengaruhi merokok pertama kali, atau mungkin rasa bersalah karena kerap dituding bikin penyakit. Mbak operator bakal tekun mendengarkan tanpa interupsi. Rispek!

Kemudian kami ditawarkan tiga metode berhenti merokok yang mungkin sudah jamak diketahui dari internet. Pertama, menunda waktu merokok. Misalnya kita biasa mulai merokok pukul 7 pagi, besoknya kita tunda dua jam lebih lambat, begitu seterusnya. “Kalau dua jam kepanjangan, bisa ditunda satu jam Pak,” ujar mbak operator.

Metode kedua dengan mengurangi intensitas merokok harian. Kalau biasanya habis sebungkus sehari, pelan-pelan dikurangi satu batang tiap harinya. Terakhir, metode berhenti total. Sesuatu yang pernah kami coba dan gagal, yaitu dengan seketika tidak merokok sama sekali.

“Tiga metode ini silakan dipilih yang menurut Bapak paling nyaman,” ujar mbak operator. “Nanti setelah satu minggu, kami akan hubungi lagi untuk mengetahui perkembangannya.”

Rahasia berhenti merokok

Coba tebak berapa banyak orang yang menelepon layanan quitline per hari? Menurut mbak operator, ada sekitar 1.700-an panggilan masuk dari seluruh Indonesia.

Dalam setahun, jika kita anggap peneleponnya berganti-ganti tiap hari, maka ada lebih dari 600.000 perokok yang ingin berhenti. Itu sekitar 9 persen dari total perokok Indonesia sebanyak 69,1 juta per 2021 menurut data dari Kementerian Kesehatan.

Namun, ‘ingin berhenti’ dengan ‘berhenti merokok sepenuhnya’ adalah dua hal yang jauh berbeda. Yang ingin berhenti boleh banyak, tapi yang benar-benar berhenti mungkin bisa dihitung jari. Kami pun agak meragukan tiga metode yang diterangkan mbak operator tadi. Kami pernah coba salah satunya dan hanya bertahan satu bulan.

Mbak operator juga sepakat. “Kami hanya melakukan konseling, tidak bisa membuat orang berhenti merokok,” ucapnya. “Yang bisa membuat berhenti ya dirinya sendiri.”  

Meski begitu, ia bercerita ada saja perokok yang terbantu dengan konseling tersebut. Ia pernah mendampingi seorang bapak-bapak yang biasa meludeskan 40 batang rokok sehari, dan setelah setahun konseling, ia tak pernah habis lebih dari sebungkus.

Sementara itu, sebagian yang lain menyerah di tengah jalan. “Kalau begitu tidak apa-apa, kan susah juga berhenti dari kebiasaan yang sudah bertahun-tahun,” ucap mbak operator. Selama setahun, perokok yang ingin berhenti akan disediakan tujuh kali konseling via telepon dan keputusan tetap di tangan mereka.

Ia juga berpesan kalau sudah niat berhenti jangan lupa beritahu yang lain, jangan disimpan sendiri. "Kalau cuman Bapak yang tahu, nanti ditawari rokok terus pas nongkrong," ucapnya. Dipikir-pikir, perkara berhenti rokok ini macam urusan rumah tangga ternyata, butuh komunikasi yang baik.

Selain tiga metode di atas yang bisa diterapkan siapa pun di rumah, mbak operator bilang ada cara lain dengan pengobatan dan terapi. “Tapi ini ditangani dokter dan terapis Pak,” ucapnya. Namun, di Indonesia sendiri masih jarang. Salah satunya kami direkomendasikan ke Klinik Terapi Berhenti Merokok New Life milik Fuad Baradja.

Apakah kami akan berhenti merokok setelah mencoba tiga metode dari layanan quitline? Wallahualam, hanya Tuhan yang tahu. Namun, satu yang bisa kami pastikan, pengalaman menelepon nomor yang selama ini tersebar di bungkus-bungkus rokok ternyata cukup menyenangkan. Setidaknya lebih menghibur ketimbang hanya nonton gambar-gambar menyeramkan di balik bungkus yang bikin nafsu makan padam.

Rekomendasi