Tak Semua Rumput Tetangga Memukau

| 09 Apr 2019 18:32
Tak Semua Rumput Tetangga Memukau
Ilustrasi (Foto: Instagram @film_rumputetangga)
Jakarta, era.id - Film garapan Rapi Pictures ini memang terlihat sangat memukau dari berbagai sisi. Mulai dari karakter utama sampai kerapian plot yang nyaris tanpa lubang dan celah. Namun, isu yang diangkat--yakni soal pilihan sebagai wanita karier atau ibu rumah tangga--sedikit mengikis kesempurnaan film ini.

Sebelum membagikan pengalaman menonton film ini di gala premiere di XXI Plaza Indonesia, Jakarta Pusat pada Senin (8/4) sore, ada baiknya berkenalan dengan orang-orang di balik cerita ini. Bertindak sebagai eksekutif produser, ada nama Fransen Susanto, Rudi Salim, Dedi Suherman, dan Raffi Ahmad yang juga bertindak sebagai salah aktor di film ini.

Di barisan para aktris dan aktor, nama Titi Kamal, Donita, Gading Marten, Raffi Ahmad, Tora Sudiro, Kirana Larasati, serta Asri Welas merupakan beberapa nama yang siap menjadi sorotan dalam kisah bergenre drama keluarga ini. Sedangkan di posisi sutradara, ada nama Guntur Soeharjanto yang banyak menggarap film bertema reliji seperti Assalamualikum Beijing dan Bulan Terbelah di Amerika.

Film ini bercerita tentang Kirana (Titi Kamal) seorang ibu rumah tangga yang memiliki sifat clumsy dan sedikit lelet. Ia mengalami krisis kepercayaan diri karena merasa tidak mampu menjadi istri yang ideal bagi suaminya, Ben (Raffi Ahmad) dan ibu yang baik bagi kedua anaknya. Padahal saat SMA, Kirana siswa berprestasi dan figur populer yang digadang-gadang sebagai wanita yang memiliki karier cemerlang.

Kirana kerap curhat kepada sahabat masa sekolahnya, Diana (Donita) yang sekarang sudah menjadi wanita karier sebagai PR Consultant yang kaya raya meski belum menikah. Ia selalu ditemani asistennya, Indra (Gading Marten) yang sering dimarahi karena dianggap kurang becus bekerja. Suatu hari Diana membuat acara reuni SMA. Karena Kirana hanya ibu rumah tangga maka Diana berbohong kepada teman-teman SMA-nya kalau Kirana adalah PR Consultant. Kirana kaget dengan kebohongan yang diciptakan Diana.

Dalam acara reuni Kirana mendatangi stand ramal Madam Sri Menyan (Asri Welas). Kirana sekadar iseng menceritakan hasrat terpendamnya yang ingin menjadi wanita karier seperti Diana tanpa perlu mengurus anak dan suaminya. Ternyata keinginannya terkabul. Keesokan harinya Kirana terbangun di sebuah apartemen mewah. Apalagi Indra muncul dan berdiri di hadapannya dan bertugas menjadi asistennya. Seketika Kirana menyadari bahwa nasibnya berubah dalam sekejap, seolah kini hidupnya seperti Diana. Dia menikmati keberadaannya sebagai bos dari kantor yang bagus dengan puluhan staf yang mengikuti perintahnya.

Sampai akhirnya ia menyadari ternyata kehidupannya telah tertukar dengan Diana yang kini menjadi suami dari Ben dan ibu dari anak-anaknya. Dilema itu yang membuat ia ingin kembali ke kehidupan sebelumnya karena merasa kangen dengan suami dan anaknya. Sayangnya hal itu tidak terwujud. Perjuangan kembali untuk mendapatkan kehidupan sebelumnya yang kemudian menjadi motivasi utama sang tokoh utama dalam cerita ini.

Plot Rapi, Isu Riskan

Tentunya hal yang mudah terlihat dari cerita ini adalah value yang ingin dibagikan para sineas dalam cerita ini. Semuanya berangkat dari ide tentang banyak wanita yang sering iri dengan kehidupan wanita lain yang lebih sukses dan berharap berada dalam posisi tersebut. Misalnya seorang ibu ramah tangga yang kepo dengan kehidupan selebriti wanita yang sukses dan bisa ke mana-mana. Atau kisah penyesalan tentang pilihan yang diambil di masa lalu dan berharap bisa mengedit kehidupannya. Ya, bersyukur dengan apa yang sudah diterima adalah nilai yang ingin disuarakan dari cerita ini.

Apresiasi layak dilayangkan kepada para aktris seperti Titi Kamal dan Donita yang memerankan tokoh Kirana dan Diana serta menjadi perwakilan apa yang terlihat di masyarakat. Kirana adalah perwakilan ibu-ibu rumah tangga yang memiliki hasrat terpendam. Seandainya ia tidak menikah terlalu dini, mungkin ia bisa meraih kehidupan kariernya. Sementara Diana mewakili kelompok wanita yang mengejar kariernya dan mandiri tanpa pasangan, yang ternyata punya hasrat terpendam memiliki pasangan dari cinta pertamanya. Kedekatan cerita dengan kehidupan masyarakat saat ini tentu membuat satu nilai plus bagi film ini.

Sementara itu, baik sutarada dan penulis naskah cerita ini patut diberi apresiasi dalam menggarap cerita yang runut dan rapi. Semua peralihan adegan tidak ada yang telalu berbelok drastis. Bahkan kejutan kecil di bagian klimaks dan resolusi tidak meninggalkan alur yang berlubang.

Namun, seperti yang sudah dijelaskan di atas, tak semua dari kisah ini berhasil memukau. Bukan berarti buruk. Namun isu yang diangkat benar-benar sangat riskan. Tentu saja masalah tentang isu mana yang lebih baik. Ibu rumah tangga atau wanita karier. Mengapa beresiko? Alasannya sederhana. Karena sepanjang film ini, isu yang dimunculkan didominasi oleh mereka yang memilih menjadi ibu rumah tangga. Sedangkan di sisi mereka yang memilih menjadi wanita karier terkesan menjadi lawan yang perlu dibungkam.

Tidak ada suara-suara, baik dari dialog atau adegan yang mengangkat bahwa menjadi wanita karier itu juga sama baiknya. Yang terlihat justru terkesan antagonis. Contohnya, ketika ada kesan dari teman-teman SMA  Diana bahwa tak mungkin Kirana yang populer hanya menjadi ibu rumah tangga semata. Hal ini menunjukkan perundungan dari pihak yang memilih sebagai wanita karier kepada mereka yang menjadi ibu rumah tangga.

Contoh lain adalah dialog yang ditunjukkan oleh karakter yang diperankan Maya Septa, seorang wanita karier yang terkesan menyuarakan keresahannya karena memiliki suami yang berharap ia bisa menjadi ibu rumah tangga yang ideal seperti tetangganya. Dialog yang diucapkannya membuat karakter wanita karier ini terkesan jahat karena menghina mereka yang mengagungkan status ibu rumah tangga.

Salah satu risiko yang membuat khawatir adalah hadirnya kelompok yang akan mengatakan bahwa film ini terkesan ingin menyuburkan budaya patriakis dalam rumah tangga. Di mana wanita yang baik itu harusnya berada di rumah untuk menjadi pelayan suami, berkutat di dapur, dan mengurus anak. Tentu mereka yang menjadi pembela gerakan feminisme bisa memberikan nilai negatif kepada kisah cerita ini karena kurangnya keseimbangan dalam mengolah isu ini.

Terlepas dari semua itu, film ini tentu menjadi film yang bisa dinikmati dari segi penuturan dan storytelling. Sayangnya, strategi pemasaran dari RA Pictures kurang matang karena merilisnya pada 18 April mendatang, tepat sepekan sebelum penayangan film box office yang ditunggu sejuta umat, Avengers Endgame. Seandainya mereka memundurkan atau memajukan penayangannya mungkin akan lebih aman.

 

Rekomendasi