Toxic Positivity, Niatnya Menyemangati Jatuhnya Meracuni

| 27 Oct 2019 08:11
<i>Toxic Positivity</i>, Niatnya Menyemangati Jatuhnya Meracuni
Ilustrasi Toxic Positivity (HolgersFotografie / Pixabay)
Jakarta, era.id - Ada kalanya kata-kata penyemangat justru bermasalah bagi orang lain. Sebab tak selamanya pikiran positif yang kalian rasakan saat ini, bisa dimengerti orang lain atau kerabat kalian yang sedang merasa buruk. 

Ada kalanya, tanpa disadari kita berusaha memposisikan diri sebagai teman yang baik dan berupaya ingin menolong teman kita. Kita pun mengingatkan teman kita dengan “Pikir positif aja sih! Kamu pasti bisa ngelewatin ini semua!”

Pernah bicara seperti itu? Sekilas terdengar membantu ya. Padahal bisa saja itu mengarah kepada toxic positivity. Istilah yang sedang santer terdengar. Tapi, memangnya positif itu ada yang “beracun” ya? Tentu saja ada! Lihat saja grafik beberapa ciri kalimat ucapan yang sebenarnya mengandung toxic positivity.

Ketika kita menyebutkan kalimat di atas, kita berharap seseorang bisa menjadi lebih positif dan lebih senang. Nyatanya, dengan memaksakan “berpikir positif” kepada seseorang, itu malah meracuni pikiran seseorang. Sebenarnya, mensupport seseorang tidak harus dengan dengan menjadi positif. Karena seringkali itu bisa membuat seseorang berpikir mereka salah karena tidak memilih menjadi positif.

 

Menurut Konstantin Lukin lewat Psychology Today, ketika anda menolak atau menghindari emosi yang tidak diinginkan, anda justru semakin membesarkan hal ini. Sejatinya kita sebagai manusia tidak bisa memilih perasaan apa yang kita ingin alami. Jadi, natural saja jika kita merasakan kesedihan dalam hidup kita.

Studi terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal Emotions mengatakan mencoba mengejar kebahagiaan justru membuat kita lebih terobsesi dengan perasaan tidak bahagia. Malah membuat kita semakin tidak bahagia. Jadi hidup tidak melulu soal good vibes only! Tetapi all feelings are welcome here!

Ada banyak cara untuk menghindari toxic positivity. Beberapa poin di bawah ini bisa membantu kita dalam berkomunikasi dan mensupport orang lain:

Menerima Segala Perasaan Dengan Lapang Dada

Ketika kita merasa tidak begitu baik, kita bisa mencoba menerima perasaan tersebut. Wajar saja kok merasakan hal seperti takut, khawatir, dan sejenisnya. Tetapi dengan mencoba menerima dan melepaskan, itu bisa menjadi kekuatan kita.

Noam Shpancer, Ph.D., dari Psychology Today mengumpamakan seorang perenang yang terperangkap dalam arus dan memilih melawan arus dengan tenaga. Hal itu membuat mereka kelelahan dan tenggelam. Kemudian, perenang itu melakukan sebaliknya— membiarkan. Membiarkan arus membawanya ke laut. Arus itu kemudian akan melemah dan perenang bisa berenang kembali ke pantai.

Dari filosofi itu, kita bisa menyimpulkan. Biarkan segala perasaan kita hadapi dibandingkan menghindari. Perasaan itu akan melunak dan nantinya kita bisa berlapang dada dalam menghadapi semuanya.

Mencoba Melihat Realita

Sebuah papan iklan mengingatkan kita untuk selalu bahagia. Teman-teman di sosial media juga hanya mengekspresikan kebahagiaan atau kesenangannya terhadap sesuatu. Tetapi, ingatkan diri sendiri bahwa kita semua adalah manusia yang memiliki bermacam-macam perasaan di dalam diri. Meskipun sosial media hanya menunjukkan sisi bahagianya, pahami bahwa semua orang juga memiliki sisi sedihnya. Hanya saja beberapa orang memilih mengekspresikan dengan cara lain, yang lainnya memilih untuk menyembunyikan.

Anda bertanggung jawab atas kehidupanmu, begitu juga perasaanmu. Jangan sampai seseorang mengubah perspektif anda karena mereka merasa anda tidak pantas untuk itu.

Ekspresikan Diri

Pernahkah kalian berpura-pura bahagia seakan tidak ada hal sedih yang dialami? Ternyata itu bukan sikap yang baik, lho. Mulai mengekspresikan diri tidak ada salahnya. Misalnya, dengan memulai menulis dalam sebuah cuitan atau blog atau apapun— yang bisa membantu kamu melepaskan beban itu sedikit demi sedikit.

Atau kamu bisa menemukan kelompok support system untuk membantu mengungkapkan perasaanmu. Pastikan orang-orang yang mendengarnya adalah orang yang bisa dipercaya dan bisa mendengarkan dengan baik. Jika keadaanmu memang berat, mencari bantuan profesional tidak ada salahnya. Saat ini, banyak kelompok bantuan yang siap membantumu di segala keadaan.

Toxic positivity tidak hanya dirasakan tetapi bisa jadi kita adalah orang melakukan toxic positivity tersebut. Jangan sampai ucapan kita menjadi boomerang kepada perasaan orang lain dan jangan lupa untuk mengingatkan diri menjadi terbuka dengan segala perasaan.

Rekomendasi