ERA.id - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam keras dugaan tindakan penyiksaan terhadap seorang mahasiswa bernama Yulius Yatu alias Ongen oleh 4 anggota polisi Polres Halmahera Utara, 20 September 2022 lalu.
Wakil Koordinator KontraS Rivanlee Anandar mengungkapkan penyiksaan ini bermula ketika korban mengutarakan keresahannya terhadap institusi kepolisian.
"Peristiwa keji ini bermula karena ekspresi korban terhadap kinerja aparat penegak hukum dalam melakukan proses pengamanan aksi massa terkait kenaikan harga BBM melalui status WhatsApp korban," kata Rivanlee dalam keterangannya, Kamis (06/10/2022).
Rivanlee menerangkan 4 anggota Polres Halmahera Utara mencari Yulius dengan mendatangi rumah korban di kawasan Maluku Utara.
Ketika korban ditemukan, keempat polisi ini menyiksa korban dengan memukul, mencekik, dan menyeret korban ke jalan umum.
Korban pun mengalami luka lebam di bawah mata, bibir bagian bawah pecah. Rivanlee mengatakan Yulius pun "diculik" dan dibawa ke Polres Halmahera Utara.
"Sesampainya di lokasi, korban diseret untuk dimasukkan ke dalam kandang anjing dan diancam bahwa mereka bisa saja membunuh korban hingga tidak ada yang tahu," ucapnya.
Dia menambahkan keempat anggota polisi ini kembali memukul korban. Yulius Yatu pun memohon ampun ke para polisi tersebut, namun hal itu tidak diindahkan.
Korban dipaksa berguling-guling di lantai dan sujud dengan kedua tangan korban diletakkan di punggungnya.
Rivanlee mengatakan Yulius Yatu juga dipaksa untuk jalan jongkok dan lari mengelilingi lapangan dan lingkungan Polres Halmahera Utara.
"Sambil terpaksa melakukan perintah tersebut, korban terus diintimidasi dan disuruh meminta maaf kepada anjing pelacak (K-9) Polres Halmahera Utara," ungkapnya.
Usai "disiksa" selama dua jam, korban kembali dibawa pulang oleh oknum polisi ini. Rivanlee mengatakan tindakan oknum polisi ini merupakan perbuatan keji.
"Kami menilai, penggunaan cara-cara kekerasan berupa penyiksaan dalam agenda pemeriksaan tidak diperkenankan dalam kondisi atau situasi apapun (non-derogable rights)," jelasnya.
KontraS menjelaskan korban telah melaporkan dugaan penganiayaan ini ke Polda Maluku Utara. Rivanlee mengatakan laporan ini teregister dengan nomor STPL/89/IX/2022/SPKT.
"Berdasarkan keterangan yang kami terima, korban juga ditawari 'uang perdamaian'. Kami juga mengecam tawaran penyelesaian kasus agar ditempuh melalui jalur perdamaian dan menawarkan ganti rugi sejumlah uang terhadap keluarga korban yang dilakukan oleh pihak Polres Halmahera Utara, pihak Kecamatan Loloda, hingga pihak Kabupaten Halmahera Barat," katanya.
"Kami menilai, langkah ini merupakan upaya busuk untuk menghindari tanggung jawab hukum para pelaku agar lepas dari ancaman pidana," tutupnya.