ERA.id - Kementerian Agraria Tata Ruang dan Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) segera menerbitkan edaran baru menyangkut pertanahan di kawasan Ibu Kota Negara atau IKN Indonesia baru bernama Nusantara yang ditetapkan pada sebagian wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur.
"Ada indikasi transaksi jual beli lahan masih dilakukan setelah IKN Nusantara ditetapkan," ujar Wakil Menteri ATR/BPN Raja Juli Antoni melalui keterangan pers tertulis yang diterima di Penajam, Senin (22/5/2023) dikutip dari Antara.
Dengan adanya indikasi aktivitas transaksi jual beli lahan tersebut sesuai instruksi kepala negara (presiden), lanjut dia, Kementerian ATR/BPN segera menerbitkan edaran baru menyangkut pertanahan di kawasan IKN Indonesia baru.
"Presiden minta tidak ada lagi transaksi jual beli terkait tanah di kawasan IKN Nusantara," tambahnya.
Kementerian ATR/BPN segera menerbitkan edaran baru yang menegaskan setiap terjadi transaksi jual beli tanah di kawasan IKN Indonesia baru tidak akan diakui sebagai alas hak atas lahan bersangkutan.
"Edaran baru tersebut untuk mencegah terjadi transaksi jual beli lahan 'di bawah tangan', sehingga mencegah terjadi spekulan yang membuat harga tanah tidak terkendali," katanya.
Kementerian ATR/BPN sebelumnya telah menerbitkan edaran yang menyebutkan tidak ada transaksi pengalihan tanah di kawasan IKN Nusantara, untuk mencegah spekulan harga tanah yang tidak terprediksi.
Edaran tersebut mengatur pembatasan penerbitan dan pengalihan hak atas tanah, serta pembatasan penyelenggaraan layanan atau administrasi pertanahan di kawasan IKN Indonesia baru.
"Surat edaran itu diterbitkan pada 14 Februari 2022, tapi masih ditemukan aktivitas jual beli lahan di kawasan IKN Nusantara," katanya.
Dia mengatakan tanah di kawasan IKN Indonesia baru tidak bisa diperjualbelikan dan ATR/BPN tidak mengakui alas hak tanah yang diperjualbelikan di kawasan IKN Nusantara.
Lahan atau tanah lokasi IKN Indonesia baru terbagi kawasan inti pusat pemerintahan (KIPP), dan kawasan pemerintahan serta kawasan pendukung, pada KIPP sekitar 90 persen adalah kawasan hutan yang dimiliki dan dikuasai negara.