ERA.id - Tiga prajurit TNI AD terdakwa kasus pembunuhan warga sipil bernama Imam Masykur memilih tidak mengajukan eksepsi sehingga majelis hakim Pengadilan Militer II-08 Jakarta langsung memeriksa saksi-saksi dalam sidang berikutnya pada Kamis (2/11).
Dikutip dari Antara, dalam sidang perdana di Pengadilan Militer II-08 Jakarta, Jakarta, Senin, Kolonel Chk Rudy Dwi Prakamto, selaku hakim ketua, memerintahkan Oditur Militer, yaitu Letkol Chk Upen Jaya Supena, Letkol Laut (H) I Made Adnyana, dan Letkol Kum Tavip Heru S menghadirkan saksi-saksi fakta, serta memerintahkan tiga terdakwa kembali hadir di persidangan.
Tiga prajurit terdakwa kasus pembunuhan, yaitu Praka Riswandi Manik/Praka RM (Anggota Paspampres), Praka Heri Sandi (Anggota Direktorat Topografi TNI AD), dan Praka Jasmowir (Anggota Kodam Iskandar Muda) melalui kuasa hukumnya menyampaikan kepada majelis hakim mereka tidak mengajukan eksepsi atas dakwaan yang dibacakan oleh para oditur.
Dalam sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan, Oditur Militer menjerat tiga terdakwa dengan pasal pembunuhan berencana (dakwaan primer), pasal pembunuhan bersama-sama (dakwaan subsider), dan pasal penganiayaan hingga menyebabkan kematian (dakwaan lebih subsider).
Kemudian, tiga oditur itu juga menjerat para pelaku, dengan pasal penculikan yang dilakukan secara bersama-sama.
Ketentuan mengenai pembunuhan berencana yang masuk dalam dakwaan primer itu merujuk pada Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sementara dakwaan subsider mengenai pembunuhan bersama-sama dalam dakwaan subsider merujuk pada Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dan dakwaan lebih subsider mengenai penganiayaan hingga menyebabkan kematian merujuk pada Pasal 351 ayat (3) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Untuk dakwaan terkait penculikan secara bersama-sama merujuk pada Pasal 328 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selepas persidangan, Kepala Oditurat Militer II-07 Jakarta Kolonel Kum Riswandono Hariyadi menyebut ada lima saksi yang dihadirkan pada sidang berikutnya.
“Untuk Kamis nanti saksi kita panggil lima orang, dari keluarga Aceh saksi ibunya, adiknya, dan Khaidar korban yang diturunkan di tol, dan dari penyidik polisi. Jadi lima orang,” kata Riswandono.
Dalam persidangan, sebagaimana disampaikan oleh para oditur, korban Imam Masykur bukan satu-satunya korban penculikan dan pemerasan tiga prajurit tersebut. Korban lainnya bernama Khaidar. Dia merupakan penjaga “toko kosmetik” sebagaimana Imam Masykur.
Khaidar, yang diculik, dianiaya, dan diperas oleh Praka Riswandi, Praka Heri, dan Praka Jasmowir dilepaskan oleh mereka setelah ketiganya mengetahui Imam Masykur meninggal dunia setelah sempat mengeluh kesakitan dan jantungnya berdetak cepat.
Aksi penculikan, pemerasan, penganiayaan, dan pembunuhan terhadap Imam Masykur berlangsung pada 12 Agustus 2023 di dalam sebuah mobil sewaan yang berjalan dari daerah Rempoa, Condet, Tol Jatikarya Cimanggis, dan Jonggol. Kemudian, jasad korban dibuang pada pukul 01.00 WIB pada 13 Agustus 2023 di sekitar daerah Purwakarta, Jawa Barat.
Jasad Imam Masykur ditemukan oleh seorang anak kecil berusia 9 tahun di Sungai Citarum pada 15 Agustus 2023. Jasad Imam ditemukan tersangkut eceng gondok di sungai yang dalamnya sekitar lima meter. Anak itu melapor ke orang dewasa yang berada di sekitar sungai, yaitu pegawai Perum Jasa Tirta yang beristirahat di sekitar tepian sungai.
Sementara itu, keluarga Imam Masykur melaporkan penculikan dan penyiksaan terhadap Imam ke Polda Metro Jaya. Laporan dari keluarga itu berdasarkan isi pesan, telepon, dan video call dari korban serta para pelaku ke keluarga Imam Masykur saat penyiksaan dan penculikan itu terjadi. Laporan itu diterima polisi dengan Nomor STTLP/B/4776/VIII/2023/SPKT. Dari laporan keluarga korban ke polisi, Polisi Militer Kodam Jaya memulai proses hukum kepada tiga prajurit TNI AD itu pada 14 Agustus 2023.
Tiga prajurit itu diketahui beberapa kali memeras dan menculik penjaga “toko kosmetik” di sekitar Jabodetabek, termasuk di antaranya Imam Masykur. Toko kosmetik itu merupakan kedok untuk menjual obat-obatan golongan G (obat keras yang membutuhkan resep dokter), termasuk Tramadol, secara ilegal.