ERA.id - Calon presiden nomor urut dua Prabowo Subianto mendapatkan gelar penghargaan Sahabat Santri oleh Pondok Pesantren (Ponpes) Zainul Genggong Probolinggo, Jawa Timur.
Gelar itu diperoleh saat Menteri Pertahanan Republik Indonesia itu sowan ke Ponpes Zainul Genggong, pada Selasa (2/1/2024) lalu.
Menanggapi itu, Pengasuh Pondok Pesantren Ahbabul Falah Malang, KH. Fadil Khozin menyebut, gelar santri terhadap Prabowo itu tak akan melunturkan dukungan masyarakat pada Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN).
Menurutnya, pemberian gelar itu bersifat semu karena momentum politik. Sementara Cak Imin sudah mengakar dan mendalami ruang santri sejak masih belia.
Gus Fadil Khozin menegaskan bahwa peta dukungan warga Nahdliyin kepada AMIN tidak akan berubah hanya gara-gara pemberian gelar kepada Prabowo.
Dukungan itu bisa dikatakan solid karena pasangan ini sudah teruji kesantriannya.
"Menurut analisis saya penobatan sahabat santri ini tidak sedikit pun menggoyahkan para pemilih di Jawa Timur, terutama para santri. Nadliyin dan nahdliyat tetap solid memilih pasangan nomor satu yaitu bapak Anies dan Gus Imin," kata Gus Fadil, Kamis (4/1/2024).
Terminologi sahabat santri, menurut Gus Fadil, tidak dapat dibandingkan dengan status Cak Imin. Pasalnya, Gus Imin sendiri merupakan panglima santri yang garis keilmuan dan keturunannya jelas dari kalangan pondok pesantren. Ditambah, dia merupakan cicit dari salah satu pendiri NU Kiai Bisri Syansuri.
"Bahasa sahabat santri berarti orang ini masih belum menjadi santri. Orang ini masih di luar santri. Ini bahasa sahabat santri. Sementara Gus Imin sudah jauh-jauh sebelumnya sudah dinobatkan sebagai panglima santri," ujarnya.
Tidak hanya itu, lanjutnya, dedikasi Ketua Umum PKB tersebut kepada pondok pesantren sangatlah besar. Kontribusi kepada Nahdliyin dan santri tidak perlu diragukan lagi. Dan itu dilakukan Gus Imin sudah bertahun-tahun lamanya, sejak masih belia.
"Sementara Pak Prabowo hanya ketika ada momen-momen pemilihan presiden. Yang ujung-ujung dinobatkan sebagai sahabat santri," tegasnya.
Lebih lanjut Gus Fadil mengungkapkan ada empat alasan kenapa warga Jatim yang mayoritas Nahdliyin ini tidak akan berpaling dari paslon AMIN.
Pertama, Anies-Cak Imin sendiri adalah seorang santri yang tentunya tidak diragukan soal pemahaman agamanya dan latar belakang santri sangat melekat ke keduanya.
"Ketika kita ngomong, siapa yang santri? Pasti mereka akan ingat Gus Imin. Kita ngomong siapa perwakilan dari pondok pesantren? Pasti dia akan ngomong adalah Gus Imin, tidak mungkin tebersit dalam pikiran kita adalah Pak Prabowo," jelasnya.
Kedua, lanjutnya, adalah kesan pertama dari Gus Imin kepada semua ponpes dan santri. Sehingga kesan pertama tersebut menimbulkan rasa cinta.
Dan cinta pertama, dikatakannya akan susah dihilangkan oleh sosok lain, apalagi yang sama sekali tidak mempunyai keterkaitan dengan kepesantrenan.
"Cinta pertama, kedekatan pertama ini tidak akan pernah pupus hanya gara-gara ada kedekatan dengan yang kedua. Kita lihat Pak Prabowo, dia mendekat karena dia butuh pencalonan dia butuh pemilih untuk mendukung," bebernya.
Selanjutnya, secara kenasaban, Gus Imin sangatlah kental darah biru kekiaiannya. Faktor tersebut akan berpengaruh kuat kepada cita-cita seseorang, bagaimana akan bertindak kelak ketika memimpin.
"Gus Imin sangat pantas beliau dijuluki Panglima Santri karena secara biologis nasab beliau. Bahkan beliau termasuk salah satu penerus dari pendiri organisasi besar NU yakni Kiai Bisri Samsuri. Kemudian sangat jauh kalau dibandingkan dengan Pak Prabowo yang dinobatkan sebagai sahabat santri, sangat tidak layak," jelasnya.
Terakhir, yakni soal ideologi. Gus Fadil menjelaskan, pemikiran adalah pucuk utama kekuatan seorang santri. Sumbangsih gagasan Gus Imin itulah yang dikatakannya akan sangat berharga, jika hanya dibanding dengan persoalan materi.
"Kekompakan, simpatik gara-gara idiologi akan lebih kokoh dibandingkan hanya dengan memberikan sesuatu, memberikan uang, memberikan barang misalnya," jelasnya.
Makanya, Gus Fadil menegaskan kembali kalau karakter santri, karakter pondok pesantren yang tepat begitu melekat pada Gus Muhaimin.
"Coba kita lihat Pak Prabowo, kapan dia dekat dengan Pondok? Hanya ketika dia membutuhkan. Atau momen-momen pemilihan umum ini pun hanya 1 atau 2 pondok pesantren yang dikunjungi," pungkasnya.