ERA.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di Balikpapan, Kalimantan Timur. Upaya paksa ini berkaitan dengan penyidikan kasus dugaan rasuah pemberian kredit dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
"Kegiatan penggeledahan KPK di Balikpapan (terkait) perkara LPEI," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika dalam keterangan tertulisnya, Jumat (2/8/2024) malam.
Meski demikian, Tessa belum bisa memerinci lokasi penggeledahan tersebut. Sebab, hingga kini, kegiatan tersebut masih dilakukan. Dia hanya memastikan, upaya paksa ini bukanlah operasi tangkap tangan (OTT).
"Untuk info lebih jelasnya belum bisa kami infokan dulu karena masih berlangsung," ujar Tessa.
Sebelumnya, KPK mengungkapkan, ada tujuh orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan korupsi pemberian kredit dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Penetapan status hukum ini dilakukan sejak 26 Juli 2024.
Para tersangka itu terdiri dari penyelenggara negara dan swasta. Namun, belum dirinci identitas para pihak yang dimaksud. Hingga kini, tim penyidik masih mengumpulkan bukti-bukti yang dibutuhkan dan memeriksa saksi-saksi.
Menindaklanjuti penetapan tersangka tersebut, KPK juga kembali meminta Ditjen Imigrasi Kemenkumham untuk mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri. Sehingga total sudah ada tujuh orang yang dicegah berkaitan dengan penyidikan kasus ini.
Sebagai informasi, sebelumnya sudah ada empat orang yang dicegah bepergian ke luar negeri terkait kasus korupsi ini pada 21 Mei 2024 lalu. Namun, KPK belum membuka identitas keempat orang tersebut. Lembaga antikorupsi ini hanya menyampaikan bahwa pihak-pihak yang dicegah merupakan penyelenggara negara dan pihak swasta.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, empat orang tersebut adalah Kepala Departemen Pembiayaan 3 Divisi Pembiayaan II pada LPEI, Muhammad Pradithya; Direktur Pelaksana 4 LPEI, Arif Setiawan; Presdir PT Caturkarsa Megatunggal atau Komut PT Petro Energy, Jimmy Masrin; dan Newin Nugroho yang merupakan Dirut PT Petro Energy.
Pencegahan ini diharapkan dapat membantu proses penyidikan yang sedang dilakukan. Mereka diharap memenuhi panggilan untuk dimintai keterangan.
Sebelumnya, KPK mengatakan, laporan dugaan korupsi di LPEI ini telah diterima sejak Mei 2023. Hal ini disampaikan setelah Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani berkoordinasi terkait kasus serupa ke Kejaksaan Agung (Kejagung).
Kasus ini diduga telah merugikan keuangan negara hingga ratusan miliar rupiah.
“Penyimpangan yang dilakukan oleh Direksi LPEI dan caranya dalam pemberian fasilitas pembiayaan ekspor dan penyelesaian pembiayaan tahun masa kepada PT PI terdapat potensi kerugian negara sebesar sekurang-kurangnya 54.500.000 dolar atau dengan kurs Rp14.047,99 senilai Rp766.705.455.000,” kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (19/3).
Kasus tersebut bermula dari pemberian kredit modal kerja ekspor (KMKE) oleh LPEI terhadap PTPE. Perusahaan ini mendapat fasilitas KMKE sebanyak tiga kali, yakni sebesar 22 juta dolar Amerika Serikat pada 2015; Rp40 miliar pada 2016; dan Rp200 miliar sekitar tahun 2017.
“Ini bertujuan mendukung modal kerja PTPE dalam usaha niaga umum BBM dan bahan bakar minyak lainnya,” ungkap Alex.
Namun, dalam proses pemberian kredit modal ini LPEI kurang hati-hati dan tidak memperhatikan kondisi debitur. Sebab, lembaga itu diduga mengabaikan security coverage ratio atau kelayakan pengajuan pembiayaan dan indikasi ketidakwajaran dalam laporan keuangan periode Juni 2015.
“Jadi laporan keuangan PTPE diduga tidak mengandung kebenaran,” ujar Alex.
“Itu pada laporan PTPE dijadikan rujukan dalam analisis pemberian pembiyaan ke PTPE,” sambungnya menjelaskan.
Selain itu, Alex mengungkapkan, diduga terjadi kecurangan karena adanya penggelembungan piutang.