ERA.id - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan enggan berpolemik soal Sandra Dewi, istri dari terdakwa kasus korupsi timah Harvey Moeis, yang menolak memberikan cincin kawinnya kepada penyidik.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar di Jakarta, Jumat, mengatakan bahwa pihaknya sudah melalui tahapan penyidikan sesuai dengan aturan untuk menelusuri aset-aset Sandra Dewi maupun Harvey Moeis, termasuk cincin kawin.
"Kalau dia bilang ini cincin kawinnya beli dari mana? Wah, ini uang saya, ya selesai. Apa masalahnya? 'Kan harus dilihat juga tempus delicti-nya. Kejahatan ini kapan? Lalu perolehannya kapan? Itu yang dilihat penyidik. Misalnya, jika dari tahun ini, bisa dilakukan penyitaan. Jadi, itu juga dikaji. Enggak akan sembarangan," kata dia dikutip dari Antara, Jumat (11/10/2024).
Kapuspenkum memastikan bahwa penyidik telah bekerja sesuai dengan aturan perundang-undangan.
Oleh karena itu, dia meminta agar hal ini tidak perlu menjadi polemik yang terus diperdebatkan.
"Maksud saya, ya enggak usah berpolemiklah seolah-olah penyidikan kami ini enggak profesional. Oh, enggak boleh," ucapnya.
Diketahui bahwa pada hari Kamis (10/10) Sandra Dewi menjadi saksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah pada tahun 2015—2022 yang suaminya, Harvey Moeis, menjadi terdakwa.
Dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta itu, Hakim Ketua Eko Aryanto bertanya mengenai barang bukti emas yang diberikan oleh Harvey Moeis. Sandra mengaku suaminya hanya memberikan cincin pertunangan dan cincin kawin.
"Ada. Cincin kawin dan dan cincin pertunangan," kata Sandra.
"Masih ada sekarang?" tanya hakim Eko.
"Masih. Mau disita penyidik, enggak saya kasih," jawab Sandra.
Dalam kasus dugaan korupsi timah, nama Sandra Dewi mencuat dalam dakwaan terkait dengan aliran uang senilai Rp3,15 miliar.
Sandra disebutkan menerima uang itu melalui rekeningnya yang ditransfer dari rekening PT Quantum Skyline Exchange, Kristiyono, dan PT Refined Bangka Tin pada tahun 2018—2023.
Uang tersebut diduga berasal dari biaya pengamanan peralatan processing (pengolahan) penglogaman timah sebesar 500 dolar Amerika Serikat (AS) sampai 750 dolar AS per ton dari empat smelter swasta.