Kasus Hukum Jaksa Pinangki, Pertaruhan Profesionalisme Kejagung

| 19 Aug 2020 21:33
Kasus Hukum Jaksa Pinangki, Pertaruhan Profesionalisme Kejagung
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejagung Hari Setyono (Dok. Antara)

ERA.id - Komisi III DPR RI meminta Kejaksaan Agung supaya profesional menangani kasus Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Hal ini berkaitan dengan sikap Indonesia Corruption Watch (ICW) yang mengecam upaya pendampingan hukum oleh Kejaksaan Agung kepada Jaksa Pinangki.

"Sebagai ketua komisi III DPR saya meminta agar Kejagung profesional dalam manangangi kasus Jaksa Pinangki yang terjerat kasus Djoko Tjandra," ujar Ketua Komisi III DPR RI Herman Herry melalui keterangan tertulisnya, Rabu (19/8/2020).

Berdasarkan informasi yang diterima, Herman mengatakan pemberian bantuan hukum itu diberikan oleh organisasi Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) bukan Divisi Hukum Kejagung.

"Terkait dengan pemberian bantuan hukum kepada Jaksa Pinangki, berdasarkan informasi yang saya terima bahwa pemberian bantuan hukum itu diberikan oleh organisasi PJI bukan Divisi Hukum Kejagung," kata Herman.

Terkait hal ini, Kejaksaan Republik Indonesia tetap memberikan pendampingan hukum terhadap Jaksa Pinangki Sirna Malasari (PSM) yang terjerat dalam kasus korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji.

"Kepada yang bersangkutan tetap diberikan haknya untuk didampingi penasihat hukum yang ditunjuk oleh Persatuan Jaksa Indonesia," ujar Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejagung Hari Setyono, di Jakarta dikutip dari Antara, Senin (19/8/2020).

Hari mengatakan, pemberian pendampingan tersebut karena Jaksa Pinangki masih berstatus pegawai Kejaksaan RI ketika ditetapkan sebagai tersangka. Selain itu, Pinangki juga merupakan anggota Persatuan Jaksa Indonesia, sehingga berhak mendapatkan pendampingan hukum.

"Jaksa PSM setelah ditetapkan sebagai tersangka masih sebagai pegawai Kejaksaan RI dan sebagai anggota Persatuan Jaksa Indonesia (PJI)," ujar Hari.

Dalam kasus ini, Pinangki diduga menerima suap sebesar 500 ribu dollar AS. Dia disangkakan dengan Pasal 5 huruf b Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

Sebelum itu, Pinangki lebih dulu diberikan sanksi disiplin berupa pembebasan dari jabatan struktural, karena terbukti melanggar disiplin dan kode etik perilaku jaksa.

Hukuman tersebut dijatuhkan berdasarkan Surat Keputusan: KEP-IV-041/B/WJA/07/2020 tentang Penjatuhan Hukuman Disiplin (PHD) Tingkat Berat berupa Pembebasan dari Jabatan Struktural.

Penjatuhan hukuman dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap Pinangki.

Pinangki menjabat sebagai Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan.

Berdasarkan hasil klarifikasi Bidang Pengawasan Kejaksaan Agung, diketahui bahwa Pinangki telah melakukan perjalanan ke luar negeri tanpa izin pimpinan sebanyak sembilan kali serta bertemu dengan orang yang diduga Djoko Tjandra.

Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) mengecam pendampingan hukum yang diberikan Kejaksaan Agung terhadap Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Pinangki dijerat pidana karena diduga terima USD 500 ribu untuk memuluskan langkah PK Djoko Tjandra.

ICW meminta Kejaksaan Agung segera mencabut keputusan memberikan pendampingan tersebut. Sebab, menurut ICW, tindakan Jaksa Pinangki yang bertemu dengan buronan Djoko Tjandra telah mencoreng Korps Adhyaksa itu sendiri.

"Yang bersangkutan tidak layak mendapatkan pendampingan hukum. Terlebih lagi, tindakan Jaksa Pinangki telah melanggar dua aspek sekaligus, yakni etika dan hukum," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana, dalam keterangannya, Selasa (18/8/2020).

Rekomendasi